![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgPulQsc9aRZuZGUianpkIf7QZXnNa2P0tiQFl8A-Ahk9eEFC75TBx957w4M0hFQacaSukiAsyO3kXO8IiVmpNbOpQahiaaZ17VP6RTdQ-ujhnebNEF-IxDLbpKqIHGtq7qZOizXZ0BbgM/s640/quickieIndo.jpg)
"3 Hari Untuk Selamanya"
(Riri Riza, 2007)
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkw6uTCxuYK69jaUi644gYKSuO9MKUp6kxHqeD8XXuxOmtFn-D6HXZUEdXsMEhp1vyztmw_Pk_HjhDxug-qfd5rPIe4_lxX8u4k4JynC6GK9yVsAka6mKV8u8QwPz6ClC7qOKj_uvJKsY/s640/quickie3hari.jpg)
Review: Gw akan selalu mengingat duo Riri Riza dan Mira Lesmana sebagai dua orang penyelamat dunia perfilman Indonesia. Tidak hanya mereka membawa kembali penonton anak-anak beserta keluarga ke bioskop tanah air lewat Petualangan Sherina di tahun 2001, mereka juga turut ambil bagian dalam kesuksesan Ada Apa dengan Cinta di tahun berikutnya. Over the years, usaha mereka untuk menghadirkan tontonan yang mendidik dan berkualitas semakin banyak. Di tahun 2007, agak keluar dari ranah 'aman' yang biasa diusung, mas Riri dan mbak Mirles mencoba untuk menggambarkan realita pergaulan dan juga kegaulan remaja ibukota yang sebenernya. Film ini termasuk berani dalam menampilkan scene-scene yang saat itu jarang ditampilkan dalam film nasional. Memang tidak terlalu explicit, tetapi cukup membuat para bioksop memberikan larangan untuk penonton dibawah 18 tahun menonton film ini. 3 Hari untuk Selamanya secara gamblang memberikan problematika tentang mimpi, pribadi hingga pandangan masa depan dua orang remaja yang diiringi oleh smoke, sex and drugs. Walaupun tidak begitu pas buat gw, tetapi gaya road movie yang ditawarkan lumayan menarik. Dari sini juga sudah terlihat betapa gigihnya duo ini memperlihatkan bahwa film Indonesia itu settingnya gak hanya di Jakarta lhoo. (***1/2)
"Kala"
(Joko Anwar, 2007)
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3ScK4sEEXxxh-GXwIH25u15bid7holZHeCM-O2Sj36vym8u9Lejx545wn9KPWXDXQBsVm1eTBpWXVvkCO92HkaPyYjYnZn6N7aTjom_mM_AI30jIa9FYwJB6g0TJI_VBIJZfopXCA4IM/s640/quickieKala.jpg)
Review: WOOOW. Just WOOW yang mampu gw katakan mengenai film ini. My God, gak pernah gw membayangkan seorang sineas Indonesia mampu membuat film sebagus ini. Sori ya memang gw sangat asing dan jarang nntn film Indonesia mungkin. Tapi Kala atau judul internasionalnya, Dead Time, adalah sebuah film yang luar biasa detail. Joko Anwar selaku penulis dan sutradara memang terpengaruh film-film noir western ketika membuat film ini. Terlihat jelas dengan sentuhan art direction-nya yang cool banget. Tetapi hasilnya gak jadi kampungan, malah sebuah produk art yang jarang gw temui dalam film Indonesia. Pinternya lagi, Joko Anwar mengangkat sebuah cerita yang didasari oleh mitologi dari negri kita sendiri, which is ramalan Jayabaya tentang Ratu Adil dsb. Joko Anwar juga dengan sarkastiknya menyisipkan beberapa hal-hal tentang bobroknya sistem sosial yang terjadi di ibukota. Walaupun dalam film ini settingnya sebagai kota yang tidak disebutkan namanya, tetapi sebenernya sudah jelas kok menggambarkan kota apa hehe at least itu lah yg gw tangkep. Anyway, penggunaan art direction maupun cinematography dalam film ini berada sangat sangat tinggi di atas standar film Indonesia pada umumnya. Sebuah karya yang ambisius dan artistik, Kala menurut gw adalah salah satu film Indonesia modern terbaik yang pernah gw tonton. Bravo, bang Joko, bravo. (****)
"Fiksi."
(Mouly Surya, 2008)
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhoBmeGSjd5FiRqzVhvUtkXac1Ys6nzVz-BK6ZENr-ezrzDcRyPZb2atIR1ldy6JvE-iq3b5BnlypbWq4G_1S5H3U6yDhK1ZCge5fkA97d0DRudx-fN5ScH0H9R9e4ph2H5_Zc4PCm-G54/s640/quickiFiksi.jpg)
Review: Lagi-lagi ada nama Joko Anwar disini, sebagai penulis naskah. Dalam menulis script ini, Joko Anwar mungkin memang terkesan sedikit terpengaruh dengan film-film thriller Barat atau film-film thriller Korea, tetapi hal itu bukan hal yang buruk kan? Fiksi memiliki kesan tersendiri bagi gw, mungkin karena tema yang diungkap begitu dekat tetapi begitu absurd pula. Mengambil setting di rumah susun menjadi sebuah keistimewaan tersendiri dengan sejumlah drama pada penghuni-penghuninya. Mouly Surya selaku sutradara Fiksi mengatakan bahwa ini adalah sebuah dongeng Alice in Wonderland yang dibalik. Kalo Alice terperangkap dalam dunia fantasi, Alisha keluar dalam dunia fantasinya ke sebuah dunia bernama 'realita'. Dan apa yang didapat? Ternyata dunia nyata sama gila nya dengan dunia fantasi. Trauma yang menghantuinya juga menjadi sebuah trigger yang membuat ia melakukan hal yang ia lakukan, memberikan "ending" kepada orang-orang yang ia temui. Walaupun gw agak merasa film ini terlalu 'staged' dan terlalu kaku, tapi the fact that FFI gave this movie its highest trophy membuat gw salut karena memang publik dan kritik Indonesia sudah bisa menerima film-film dengan genre yang menggebrak seperti ini. Semoga kedepannya lebih banyak lagi film-film sejenis! (***)
Walaupun hanya tiga film itu aja yang baru-baru ini gw tonton, melihat kualitas ketiganya membuat gw makin pengen mencoba-coba film nasional yang lain. Masih banyak rasanya film-film Indonesia berkualitas yang belum gw jajal. Selagi menunggu referensi, yuk tetep doain perfilman Indonesia jadi semakin maju. Bravo perfilman Indonesia, MERDEKA!
Dari dulu mau nonton 3 Hari Untuk Selamanya gak jadi2. Haha. Btw, Hari Untuk Amanda bagus jg loh :)
ReplyDeletehaha iya malah saya lupa mulu mau nyari Hari untuk Amanda, nanti dicari ah, thank you sarannya :)
ReplyDelete