Saturday, July 9, 2011

Review: A Cry in the Dark (1988)

Plot: Michael (Sam Neill) dan Lindy Chamberlain (Meryl Streep) adalah sepasang suami istri yang pada suatu weekend menghabiskan waktunya di camping ground di Ayers Rock bersama ketiga anaknya, termasuk Azaria yang baru berumur 9 bulan. Ketika berhasil menidurkan Azaria dan meninggalkannya ke dalam tenda, Lindy menyaksikan ada seekor dingo (semacam anjing) masuk dan mengobrak-abrik tenda tersebut yang kemudian pergi dan lari. Setelah mengetahui bahwa Azaria telah lenyap, Lindy panik dan berteriak-teriak bahwa seekor dingo telah membawa kabur anaknya. Pencarian tiada henti, misteri-misteri yang ambigu kepastiannya serta rumor dan gosip hasil dari publikasi besar-besaran terhadap kasus ini berujung pada sebuah tuntutan bahwa sebenarnya Lindy lah yang membunuh Azaria. Shock, dimulailah perjuangan tiada henti Lindy dan Michael untuk meyakinkan dunia bahwa mereka tidak bersalah.

Review: "I dont think a lot of people realize how important innocence is to innocent people." Begitulah line terakhir dalam film ini, yang diucapkan oleh karakter Michael Chamberlain. Sebuah kata-kata yang menurut gw sangat sangat dalem dan inspiring. Film yang juga dikenal dengan judul Evil Angels ini selain bercerita tentang hilangnya bayi Azaria yang misterius, tetapi juga perjuangan seorang keluarga yang didakwa pada sebuah dugaan kejahatan yang tidak terbayangkan. Film yang disutradarai oleh Fred Schepisi ini diangkat dari kisah nyata yang terjadi di awal dekade 80an. Film ini rilis hanya beberapa bulan sebelum Michael dan Lindy benar-benar bebas dari semua jeratan hukum. A Cry in the Dark juga berhasil masuk ke dalam Top 10 Courtroom Dramas yang dipilih oleh American Film Institute dan berhasil bertengger di posisi 9 *emang burung*. Me-review film ini entah mengapa memang harus memberitahukan endingnya. Tapi gw gak consider itu spoiler sih, gara-gara memang cerita ini sebenernya diangkat dari kisah nyata dan udah tertulis bebas apa yang terjadi pada Lindy dan Michael di akhir kisah. Jadi maaf-maaf saja ya kalo ada yg merasa gw udah nge-spoil :p Disini sebenernya gw tidak begitu ingin nge-judge Lindy dan Michael, hanya mereka dan Tuhan yang tahu kejadian aslinya kan? Gw melihat film ini dari bagaimana efek pers dan media mampu memanipulasi masyarakat.

Menurut gw, A Cry in The Dark itu entah mengapa cukup relevan di generasi sekarang. Kita sekarang hidup di dunia yang sangat sangat mudah mendapat informasi. That being said, kita juga terkadang suka males menge-cek dan ricek kebenaran informasi tersebut. Apalagi kalo ada twitter tuh. Kadang-kadang ada berita apa, langsung RT. Tanpa ngeliat apakah itu berita asli, atau hoax, atau orang-orang iseng? Dalam film ini, penggambaran bagaimana sebuah rumor dan gosip secepat kilat berkembang, hingga membagi pendapat orang-orang. Ada yang percaya dengan Lindy, ada yang beranggapan Lindy adalah seorang penyihir yang tidak punya hati. Belum lagi ketika mereka mengetahui bahwa keluarga Chamberlain adalah penganut Sevent-day Adventist Church (sepengetahuan gw, itu adalah sebuah aliran dari Kristen) yang mereka asumsikan sebagai sebuah 'cult' yang memiliki tradisi mengorbankan darah manusia. Ditambah, hoax yang menyebar yang mengatakan bahwa kata 'Azaria' itu berarti 'sacrifice in the woods', padahal artinya 'blessed by God'. Terus juga bagaimana ya, kalo bisa dibilang Lindy itu baru aja kehilangan anaknya, let's say here she's innocent, tiba-tiba dia dituduh dia yang ngebunuh. Dengan tekanan yang dateng dari dalem dan luar membuat dia pasti lah sangat emosional, yang sayangnya malah membuat juri-juri jadi gak simpati sama dia.

Lalu pernah denger gak tentang kasus Casey Anthony? Kalo enggak, coba di-search deh. Doi ini juga kena gugatan ngebunuh anaknya sendiri. Baru-baru ini dia didakwa gak bersalah. Atau mungkin kasus yang lebih familiar lagi? Pasti gak mungkin gak tau lah tentang kejadian yang menimpa salah seorang biduan wanita vokalis salah satu band yang cukup terkenal di ibukota. Kesimpang-siuran berita, mulai dari kondisi, letak hingga kronologisnya sempat menggemparkan social network Twitter beberapa hari yang lalu. Oke, disini gw tidak mau nge-judge ya, gw gak tau sih apakah pembelaan tentang kondisi mabuk atau tidaknya vokalis tersebut benar atau enggak, but the harshful comments that news got just made me sick!! Terlepas dari apa pandangan publik terhadap doi, dan apakah berita tersebut bener/enggak, itu masih berita kriminal lhooo. Kalo emang males memberikan simpati gak usah di comment jelek-jelek juga kali. Itu namanya musibah, masa di becandain? -_- Gw gak bermaksud menceramahi sih disini, tapi coba bayangin deh kalo itu terjadi sama orang-orang terdekat lo, terus gw bilang, 'yaelah, nyari eksis doang kali', gimana perasaan lo? Nah itu dia, sebenernya, bagaimana sebuah media mampu menyebarkan rumor, gosip hingga berujung fitnah dengan secepat dan setajam sileettt #jengjeng. Oke-oke ayo kembali ngomongin filmnya.....

Haah sulit untuk memulai darimana kalo ngomongin akting Meryl Streep. Salah satu living legend ini selalu total dalam berakting, tak terkecuali untuk film ini. Untuk aktingnya sebagai Lindy Chamberlain, konon awalnya ditentang sama beberapa orang gara-gara Streep adalah seorang Amerika yang notabene sulit memerankan Lindy yang seorang Australia dengan aksen British. Pun ketika ditampillkan pada Cannes Film Festival, semua omongan tersebut tertutup rapat-rapat. Saking meyakinkannya Streep memerankan Lindy, juri-juri festival tersebut pun tak ragu-ragu mengganjarnya dengan penghargaan Best Actress. Pihak Academy Awards pun juga setuju dan memberikan Streep nominasi Best Actress ke-7 baginya, walaupun gak menang. Perhatikan baik-baik, bagaimana Streep menahan tangis, berusaha tegar ketika dirinya, seorang ibu yang kehilangan anaknya (dan juga tengah mengandung 7 bulan) melawan serangan pertanyaan-pertanyaan yang memojokkannya di persidangan. Bener-bener sebuah totalitas akting dari seorang legenda. Streep ini memang gw bilang sebagai penolong film ini, yang sebenernya tanpa dirinya, A Cry in The Dark akan tampak hambar. Penampilannya seakan menutup penampilan Sam Neill, yang walaupun berakting lumayan bagus juga sebagai suami yang ikut tertekan dan diambang kegoyahan kepercayaan. Tapi bayangan karakter Neill di Jurassic Park selalu terbayang sih haha

Overview: Kisah nyata yang diadaptasi film ini disebut-sebut sebagai sebuah kasus yang paling di-ekspos media dalam sejarah hukum Australia. Dari situ lah, ketika sebuah bukti penting yang mampu mengeluarkan Lindy dari jeratan hukum ditemukan, semua tiba-tiba menyalahkan pers dan media yang dibilang bias terhadap informasi. Film ini dengan sangat baik menunjukkan bahwa betapa besar pengaruhnya sebuah media terhadap persepsi seseorang. Nah makanya media yang baik itu seharusnya objektif dan gak bias. Mengingatkan gw dengan lirik lagu John Mayer, 'When you trust your television, what you get is what you got. Cause when they own the information, they can bend it all they want' atau juga ungkapan yang gw denger dari temen gw, 'yang megang media yang megang dunia'. Jadi secara overall, menurut gw ACitD memberikan gambaran tentang hal tersebut dengan baik, melalui scene-scene percakapan orang-orang awam tentang opini mereka tentang kasus tersebut. Baik yang pro maupun kontra. Sebagai sebuah film coutroom drama, ACitD cukup engaging, walaupun personally gw rasa masih kurang melodramanya. Unsur-unsur 'film-televisi' secara halus dihapuskan oleh penampilan yg, selalu, luar biasa dari Meryl Streep. Bagaimanapun juga, film ini mengandung pesan yang sangat bagus. Tonton deh, tapi ati-ati kesel sendiri gara-gara perlakuan yg didapet sama Lindy haha :)

(***)
A Cry in the Dark (aka Evil Angels) (1988) | Drama | Rated R for Language and Thematic Elements | Cast: Meryl Streep, Sam Neill, Bruce Myles, Neil Fitzpatrick, Charles Tingwell | Written by: Fred Schepisi and Robert Caswell, based on John Bryson's novel | Written by: Fred Schepisi

4 comments:

  1. ahh iyaa.. kadang media suka memberitakan kabar yang belum tentu bener, kemudian menyisipkan opini atau persepsinya sendiri ke dalam berita yang dimuatnya... secara gag langsung kan jadi propaganda... padahal seharusnya seorang jurnalis sekedar memberitakan kebenaran, bukan berusaha "menggaet" rakyat *yang akhirnya kebujuk untuk beli tuh majalah karena beritanya yg didramatisir...

    jadi pengen nonton nih film! thx for the review...

    ReplyDelete
  2. terima kasih jg opininya mbak kendinanti :)

    ReplyDelete