Saturday, July 23, 2011

Review: X-Men: First Class (2011)

Plot: 1962, di tengah-tengah insiden Cuban Missile Crisis, Charles Xavier (James McAvoy) seorang dengan kemampuan telephaty, diminta seorang agen CIA, Moira MacTaggert (Rose Byrne) untuk menyelidiki dan menghentikan Sebastian Shaw (Kevin Bacon) yang memiliki rencana mengadudomba AS dan Rusia. Maksud utama Moira meminta advice dari Charles adalah ia menyaksikan sendiri manusia-manusia dengan kemampuan super yang tak lain adalah anak buah Sebastian Shaw. Setelah berhasil meyakinkan director CIA untuk melibatkan Charles dan meyakinkan bahwa mutant sudah hidup di tengah-tengah manusia, lalu mereka kemudian melaksanakan pencarian dan perekrutan para mutant. Dalam prosesnya Charles dibantu oleh Erik Lehnsherr (Michael Fassbender), seseorang yang mampu menggerakan metal-metal di sekelilingnya, yang sebenernya juga memiliki agenda sendiri dalam memburu Shaw. Maka dimulai lah peristiwa bersejarah, cikal bakal dua pempimpin bangsa mutant, Professor X dengan X-Men-nya, serta Magneto dengan Brotherhood-nya.

Review: Selama ini, film serial superhero yang paling gw suka adalah X-Men. Bryan Singer, selaku sutradara yang berhasil mengangkat karakter-karakter mutant pertama kali di tahun 2000 itu juga (CMIIW) turut menjamurkan film-film superhero yang pada saat itu kurang begitu digemari lagi. Setelah kegagalan besar Batman & Robin yang menjadi bahan cemoohan, era DC Comics turun dan melalui X-Men, era Marvel pun bangkit. Kesuksesan X-Men menurut gw salah satunya mungkin karena berisi gak cuman satu saja superhero, tapi sekelompok. Kesuksesan X-Men juga ikut mengangkat nama Hugh Jackman sebagai bintang kelas A di Hollywood. Sekuelnya, X2: X-Men United di tahun 2003 adalah salah satu contoh sekuel yang melebihi kualitas predecessor-nya. Sering disebut-sebut sebagai salah satu film superhero terbaik yang pernah ada karena isu kemanusiaan yang dibawakannya. Ketika Bryan Singer hengkang dari proyek film ketiga untuk membuat Superman Returns, Brett Ratner mengambil alih untuk membuat The Last Stand, yang walaupun kurang begitu mendapat sambutan yang dinantikan, masih cukup menghibur. Sekarang, Bryan Singer kembali menangani prequel slash reboot seri ini, X-Men: First Class, bukan menjadi sutradara, tapi sebagai penggagas ide cerita dan producer. Matthew Vaughn yang taun lalu sukses dengan Kick-Ass kini duduk di bangku sutradara. So, did they do any justice for this series? For me, yeah, they did. And with style.

X-Men: First Class menurut gw cukup berani dalam mengambil resiko. Selepas The Last Stand di 2006, isu bahwa film tersebut adalah film terakhir X-Men santer beredar. Sulit juga untuk melanjutkan cerita akibat ending di film ketiga itu. Ternyata pihak Century Fox pinter jg untuk mengeruk keuntungan, dengan memutuskan membuat spin-off untuk Wolverine (2008) yang sayangnya gagal. Taun ini mereka memutuskan untuk membuat prekuel sekaligus reboot. Disinilah letak gambling tadi, mereka memilih untuk menceritakan cerita awal pembentukan X-Men, dengan aktor-aktor yang sebenernya masih kurang begitu dikenal penonton awam dan dengan karakter-karakter yang juga sama-sama asing (kecuali beberapa). Tetapi dengan penulisan naskah yang baik, First Class untungnya berujung pada tontonan yang sangat menarik dan sangat menghibur. Mengambil setting Cold War di era 60an, dengan pintarnya mereka 'memainkan' sejarah, in a good way of course. Di masa itu juga menjadi masa 'coming-out' para mutant dan awal dari perseteruan mutant melawan manusia. Ironis sebenernya kalo melihat niat baik (beberapa) mutant seperti Charles yang sebenernya ingin menghentikan terjadinya perang. Seperti yang gw sebutkan sebelumnya, film ini juga menceritakan bagaimana cikal bakal dua petinggi mutant tersebut. Dan dengan kualitas yang sangat bagus pula.

Secara overall, film ini sebenernya berinti pada pertemuan awal, hubungan bromance, hingga perpisahan akibat perbedaan prinsip antara Charles Xavier (soon to be Professor X) dan Erik Lensherr atau yang kemudian akan lebih dikenal dengan nama Magneto. Gw suka banget dengan hubungan penuh respect dan pengertian antara 2 orang ini. Mereka memang bermusuhan pada akhirnya tapi dasar prinsip mereka sebenernya sama, dan mereka menyadari itu. Maka dari itu mereka saling respect satu sama lain. Coba tonton dan perhatikan 'perseturuan' terakhir antara Charles dan Erik di film ini. Sungguh sebuah hubungan yang complicatedly beautiful. Performa akting duo British James McAvoy dan Michael Fassbender juga tak bisa lepas dari kesuksesan alur cerita tersebut. Lalu adanya sebuah metafor untuk racial discrimination memang sepertinya selalu ada dan menjadi inti dalam film-film X-Men. Kalo ini sih sebenernya lebih tertuju pada mutant-mutant seperti Mystique, yang disini diperankan oleh Jennifer Lawrence, aktris yang sedang naik daun akibat Academy Award nominated performance di Winter's Bone tahun lalu. Dimana penampilan luarnya yang 'out of ordinary' memaksa mereka untuk bersembunyi kalo gak mau dikatain 'freak'. Kaum mutant disini sepertinya bisa dianalogikan sebagai, let's say for example, black people atau Jewish, yang dulu sempat mengalami diskriminasi besar-besaran karena mereka 'berbeda' dengan kaum kulit putih yang menganggap diri mereka lebih superior.

Selain X, Magneto dan Mystique, dalam First Class kita juga akan 'bertemu lagi' dengan Hank McCoy (Nicholas Hoult) aka Beast yang turut tampil dalam The Last Stand. Lalu jangan ketinggalan pula cameo dari Hugh Jackman di tengah-tengah film memerankan Logan aka Wolverine. Kita juga akan berkenalan dengan mutant-mutant lain yang gak kalah unik kemampuan supernya, seperti Banshee (Caleb Landry Jones) dengan suara supersonik, Havok (Lucas Till) dengan kemampuan mengeluarkan laser mematikan dari tubuhnya, Emma Frost (January Jones) seorang telekinetik yang mampu berubah menjadi es, sang evil mastermind dan main villain dalam film ini, Sebastian Shaw (Kevin Bacon) yang bisa menangkap dan menggunakan energi yang ia dapat. Sungguh seru menonton bagaiman mereka 'menemukan' jati diri sebagai seorang superhero ketika mereka bersama-sama berlatih. Memang terasa begitu cepat sih, kok tiba-tiba udah jago aja, itu menurut gw salah satu kelemahan film ini. Kelemahan lainnya termasuk tidak memberikan dialog pada Azazel dan Riptide, mutant anak buah Shaw, jadi kerasa kayak tempelan. Tapi kelemahan kecil tersebut masih bisa ditambal dengan baik di bidang-bidang lain, seperti adegan action, yang kalau dibandingkan dengan yang pendahulunya memang lebih sedikit, tapi disajikan dengan sangat memukau dan menegangkan.

Overview: Memang bukan film superhero terbaik yang pernah ada, tetapi First Class jelas masuk ke dalam daftar tersebut. Didukung oleh cerita yang bagus, penulisan naskah yang mengalir dengan asik, penampilan akting yang mumpuni, First Class bisa dikatakan berhasil memberikan tontonan berkualitas walaupun dengan mengambil resiko-resiko yang cukup berani. Sungguh sayang gw tidak menyaksiksannya dalam bioskop. Jangan pernah ragu mendengar bahwa First Class tidak menghadirkan special effect bombastis, dengan action sequence yang ditata dengan rapi dan cukup sytlish serta ter-edit dengan sempurna, First Class malah menyajikan kesan thrill yang lebih seru dibandingkan film-film summer lainnya hingga sungguh sulit untuk tidak menikmati film ini. Membawa cerita relationship yang kompleks antara dua petinggi mutant legendaris, rasa underdog dan outsider dalama diri kita masing-masing, hingga pesan untuk selalu bangga dengan diri kita sendiri, terlepas dari bentuk fisik dan kelemahan kita, First Class jelas menjadi sebuah tontonan yang wajib disaksikan. Dan tentu saja, menutup review ini, menurut opini gw, to this date, this is the best X-Men movie so far.

(****)
X-Men: First Class (2011) | Action, Adventure, Drama, Sci-Fi | Cast: James McAvoy , Michael Fassbender, Kevin Bacon, Jennifer Lawrence , January Jones, Rose Byrne, Nicholas Hoult , Oliver Platt , Ray Wise, Zoë Kravitz, Caleb Landry Jones, Edi Gathegi , Jason Flemyng | Written by: Ashley Miller, Zack Stentz, Jane Goldman, Matthew Vaughn (screenplay), Sheldon Turner, Bryan Singer (story) | Directed by: Matthew Vaughn

4 comments:

  1. Hm,cantrecallmypastlives.blogspot.com
    mulai ngikutin jejak blgger gara-gara vampibots.19 ways to become movie bloggers.makasi banyak...
    cantrecallmypastlives.blogspot.com
    Follow and Visit ya..

    ReplyDelete
  2. Terima kasih :) Senang bisa membantu!

    ReplyDelete
  3. Setuju! Film ini bagus banget ngegambarin hubungan Charles & Erik yg "teman tapi lawan"

    ReplyDelete
  4. iya, 2 aktornya jg pas bgt meraninnya!

    ReplyDelete