Friday, June 21, 2013

REVIEW: World War Z (2013)

 Zombie sepertinya sekarang sudah menjadi genre film tersendiri. Saking mulai banyaknya film dengan tema zombie bertebaran, sudah banyak pula modifikasi-modifikasi yang juga dikerahkan oleh filmmaker untuk membuat film zombie mereka berbeda dari yang lain. Ada yang mencampurnya dengan komedi, sci-fi, drama, black humor, romance bahkan mockumentary. Jadi yang menjadi pertanyaan saya adalah, bagaimana film zombie dengan bintang besar seperti Brad Pitt akan menjadi stand-out di antara beberapa film-film dengan tema sejenis.

World War Z diangkat dari sebuah novel berjudul sama gubahan Max Brooks. Sedangkan film adaptasinya ditulis keroyokan (melalu beberapa re-writes) oleh  Matthew Michael Carnahan, Drew Goddard (The Cabin in the Woods, 2012) dan Damon Lindelof serta disutradarai oleh Marc Forster, yang sebelumnya menghadirkan Finding Neverland (2004), The Kite Runner (2007) dan Quantum of Solace (2008). Bukunya sendiri menceritakan secara kronologis tentang sejarah fiktif Zombie War yang terjadi di berbagai belahan dunia, lengkap dengan kepemerintahan, taktik hingga ekonomi negara-negara tersebut dalam menghadapi serangan zombie. Dalam film adaptasinya, dikisahkan Gerry Lane (Brad Pitt) dan istrinya, Karen (Mireille Enos) beserta anak-anaknya terjebak dalam sebuah outbreak virus yang menyebabkan orang yang terjangkit akan berubah menjadi mayat hidup atau zombie. Zombie-zombie itu akan mulai menyerang, menggigit dan mengubah yang digigit menjadi sebangsa dengan mereka. Sebelum menjadi stay-home dad, Gerry sendiri sebenarnya adalah seorang investigator yang bekerja di United Nations (PBB) yang sudah beberapa kali menangani kasus-kasus bentrokan atau fraksi di negara-negara ketiga. Lewat repertoire-nya tersebut, Thierry, teman sekaligus agen PBB meminta Gerry untuk mengajak seorang ilmuwan Harvard dan beberapa pendamping untuk mencari tahu tentang asal muasal sang virus, dengan harapan untuk dapat menemukan vaksin untuk melawan outbreak tersebut. Awalnya, Gerry menolak, tetapi ketika keluarga nya terancam akan diusir dari kapal refugee, Gerry pun tak memiliki pilihan lain untuk melakukan pekerjaan yang sudah lama ia tinggalkan tersebut.

Melihat dari trailernya, jujur saja, saya agak pesimis dengan film ini pada awalnya. Apa yang diperlihatkan hanyalah sebuah kisah yang (terkesan) seperti sebuah cerita zombie pada umumnya; sebuah keluarga yang terjebak dalam serangan lautan zombie yang tak gentar mengejar dan memangsa manusia-manusia lainnya. So I was pleasantly surprised that this film actually is more than what the trailer offered. Beberapa kritik luar senang menyebut film ini dengan sebutan 'Zombie Dark Thirty' dikarenakan karena memang konsep prosedural yang serupa juga hadir dalam film kontroversial Kathryn Bigelow tahun lalu, Zero Dark Thirty. Film ini akan mengajak kita berkelana dari satu negara ke yang lain lewat usaha Gerry untuk mencari 'patient zero' agar lebih mengetahui asal muasal virus tersebut. Dari Newark ke Korsel, dari Israel ke Wales. Dan sudah selayaknya seperti pekerjaannya, tugas Gerry lah yang harus melacak bagaimana kisah perjalanan virus tersebut. So, film ini juga mengingatkan saya dengan film Contagion-nya Steven Soderbergh. Dengan premis yang demikian, WWZ tak hanya menjadi sajian zombie belaka, tetapi juga semacam detective work  bagi seorang Gerry, and a pretty good one at that. WWZ juga tidak malu-malu menyerukan kata-kata 'zombie' untuk menyebut para mayat hidup. Hal yang sekarang sudah sering disamarkan di film-film serupa (walkers, corpses, flesh-eaters, night-walkers, lurkers, whatever), seakan sudah menjadi sebuah tabu untuk tidak menyebut kata tersebut.

Pencarian akan antivirus ini memang mengingatkan saya dengan Will Smith dalam I Am Legend, walaupun WWZ memiliki setting lebih besar sekaligus lebih banyak orang didalamnya. Walaupun begitu, Brad Pitt serasa menjadi one-man show dalam film ini yang secara (tidak) mengejutkan benar-benar seperti superhero, susah banget matinya walaupun sudah berulang kali berhadapan dengan zombie, bahkan selamat dari kecelakaan pesawat lol. Karakter Gerry yang terkesan sangat sempurna ini (super lucky, great fighter, great investigator, great husband, great dad, great etc), mungkin yang menjadi salah satu kelemahan film ini. Saya jadi tidak begitu bersimpati dengan Gerry. Belum lagi dengan ikatan emosional antara Gerry dan istrinya yang bagi saya tidak begitu believeable. Karakter yang diperankan oleh Mireille Enos itu juga kurang diberikan porsi yang pas untuk meyakinkan saya terhadap jalinan emosi antar keduanya. Padahal karakter Karen bisa diperkuat lagi dengan intrik politik dan moral yang terjadi dalam kapal refugee. Sayangnya subplot tersebut juga kurang berhasi digali lebih dalam. WWZ juga terasa agak stale di beberapa bagian. Ada momen-momen yang terkesan kurang balance pacing nya dan kurang seimbang. Naik-turun, and I didn't mean it in a good way. Awalnya sudah dengan baik memberikan pace yang cepat, tetapi agak stumble di pertengahan, hingga mulai seru lagi di belakang. Hal tersebut juga tidak dibantu oleh endingnya yang...sedikit kurang memuaskan. 

Dengan berbagai kelemahannya, WWZ ternyata masih memiliki taring untuk unjuk gigi. Selain beberapa singgungan isu politik (Israel membangun dinding tinggi untuk mengisolasi negaranya hingga cara 'unik' yang membuat Korea Utara tidak mengalami serangan zombie), banyak adegan-adegan yang cukup membuat adrenalin naik. Walaupun memiliki rating PG-13, which means less gore, blood, and sadistic stuffs, nyatanya film ini masih bisa memberikan intensitas tinggi bagi penonton. Di fase pertama WWZ, kita akan menyaksikan grand-scale  setpieces, with -literally- thousands of zombies. Yang tentunya memberikan betapa 'gilanya' virus tersebut bisa menyebar. Lalu masuk ke fase kedua, dimana fokus cerita berubah ke tempat yang lebih secluded, dengan penggambaran zombie yang lebih 'manusiawi' dan... komikal. Keduanya memiliki teknik ketegangan yang berbeda, tetapi tetap memberikan efek yang cukup sama. Sedikit spoiler, zombie dalam film ini diceritakan sangat sensitif dengan suara, so of course there will be plenty of scenes involving people accidentally making loud noises. Menghindari zombie dengan sepeda? Atau serangan zombie di pesawat udara? Juga ada. Dengan adegan-adegan tersebutlah, bagi saya Marc Forster cukup berhasil memanfaatkannya untuk membangun ketegangan film ini. Well, setidaknya film ini menjelaskan mengapa serangan zombie banyak terjadi di kota-kota besar.

Dengan memasang ekspektasi yang cukup rendah (and an open mind), saya merasa terhibur dengan sajian yang dihadirkan Marc Forster dalam World War Z. Jelas bukan sajian tanpa cela, beberapa plot holes dan masalah pacing jelas menjangkit film ini. Tetapi dengan adegan-adegan yang cukup intens, World War Z berhasil memberikan ketegangan yang begitu asik dan aksi investigasi dan isu politik yang sama serunya. It's a nice surprise, indeed. Just enjoy the zombie-ride!
________________________________________________________________________________

World War Z (2013) | United States, Malta, United Kingdom | 116 minutes | Action, Drama, Horror, Sci-Fi, Thriller | Rated PG-13 for intense frightening zombie sequences, violence and disturbing images | Cast: Brad Pitt, Mireille Enos, James Badge Dale, Matthew Fox, David Morse, Fana Mokoena, Daniella Kertes | Screenplay by: Matthew Michael Carnahan, Drew Goddard, Damon Lindelof | Directed by: Marc Forster

2 comments:

  1. Whuahaha bukannya pemeran utama yang ga mati2 itu udah jd tradisi Hollywood ya? Saya smp bosan ngeliat yg kayak gitu....banyaaaaak bgt. Saya suka yg manusiawi aja deh.

    Keliatannya menarik....tapiiiii I hate Brad Pitt. Coba pemerannya bukan dia.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha iya emang sih Miss, tapi disini dia kayak gak punya kelemahan gitu haha lumayan kok miss buat hiburan :) tapi ya kalo gak suka brad pitt gak tau sih, disini dia banyak bgt munculnya hehe

      Delete