Daigo Kobayashi (Masahiro Motoki) adalah seorang pemain cello dalam suatu orkestra di Tokyo. Ketika orkestra tersebut dibubarkan akibat animo penonton konser yang selalu sedikit, ia dan istrinya, Mika (Ryoko Hirosue) kembali ke kampung halaman Daigo di Yamagata. Ketika Daigo ingin mencari pekerjaan, ia tertarik dengan iklan salah satu lowongan kerja yang ia baca di surat kabar. Dalam iklan tersebut tertulis 'departures' atau 'kepergian' yang ia anggap sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang travel agency. Ketika ia ingin melakukan interview, pemilik perusahaan itu, Ikue Sasaki (Tsutomu Yamazaki) langsung menerima Daigo, sebelum menjelaskan pekerjaan yang harus Daigo kerjakan. Ternyata perusahaan tersebut adalah perusahaan pengurusan jenazah.
Awalnya Daigo enggan melakukan pekerjaan tersebut, tetapi gaji yang tinggi sangat menggiurkan baginya. Pada awalnya ia terima-terima saja. Lama kelamaan, ia mulai tertarik dengan 'ritual' tersebut. Tetapi anggapan bahwa pekerjaan tersebut adalah salah satu pekerjaan yang 'buruk' di mata masyarakat sekitar membuatnya merahasiakan hal ini kepada istrinya bahkan ia dijadikan bahan omongan di antara para warga. Tetapi semenjak ia menyadari betapa pentingnya pekerjaannya bagi keluarga yang berduka, ia tetap teguh terus menjalankan profesi tersebut. Sampai ketika istrinya mengetahui pekerjaannya ini.
Film ini sempat mengagetkan dunia *lebay* ketika berhasil meraih penghargaan Best Foreign Language Film mewakili Jepang di perhelatan Academy Awards 2009 awal taun kemaren. Mengagetkan mungkin karena film ini tidak terlalu dijagokan dibandingkan kontendernya seperti Israel dengan Watlz With Bashir ataupun Perancis dengan The Class nya. Personally, waktu itu gw belom nntn semua film yang dinominasikan sih, tapi berdasarkan beberapa source, gw agak yakin diantara 2 film yang gw sebut di belakang yang akan menang. Ketika film ini keluar sebagai juara, jelas membuat rasa penasaran gw dan orang-orang yang mungkin belom aware dengan film ini jadi naik. Beberapa bulan kemudian baru muncul DVDnya, dan setelah beberapa bulan abis itu lah gw baru nntn hahahaha telat.
Di menit-menit awal, film ini udah membuat gw tertarik. Dengan adegan awal yang cukup menggelitik, dilanjutkan dengan adegan orkestra yang yaah walaupun tidak fantastis, tapi boleh lah. Film ini kemudian bergulir dengan humor-humor ringan yang mampu membuat gw tertawa. Melihat tingkah laku Daigo yang agak kikuk dan tipikal orang-orang Jepang yang sangat ekspresif memang sebuah hiburan tersendiri. Masih inget gw adegan dimana ia jadi model mayat hahahaha Masahiro Motoki jago banget deh maininnya!
Selain adegan tersebut, banyak banget adegan-adegan yang menurut gw cukup menarik. Dari yang lucu sampai yang tear-jerker juga ada. Oke, sedikit spoiler ya. Gw ketawa-ketawa banget pas pertama kali Daigo ditugaskan 'ngeberesin' mayat. Kebetulan mayatnya itu udah berumur 2 minggu di kayak abandoned house gitu. Bayangin aja baru pertama kali ngurusin beginian langsung dapet jackpot hahaha Terus adegan-adegan ketika ia mulai terbiasa dengan pekerjaannya dan bertemu dengan keluarga-keluarga yang berbeda-beda. Dan tentu saja adegan-adegan sedih di ending.
Salah satu yang menarik perhatian gw adalah 'ritualnya'. Totalitas yang dilakukan oleh orang-orang Jepang tuh emang gila banget ya, walaupun pekerjaan yang dianggap buruk sekalipun. Waktu gw dapet kesempatan buat homestay di Jepang pun gw perhatiin semua pekerjaan dilakuin dengan penuh totalitas. Kasirnya aja ramah banget woy hahaha
Satu hal lagi yang gw menarik dalam film ini adalah posisi pekerjaan pengurusan jenazah itu sendiri. Orang-orang boleh menganggap hina atau rendah dengan pekerjaan itu. Tapi ketika mereka lagi butuh orang-orang kayak gini, mereka baru ngerasain betapa pentingnya pekerjaan itu *bingung jg ya ini-itu hahaha tonton sendiri aja deh*. Mengingatkan gw dengan pepatah; "You'll never understand your parents, until you become one". Yah emang rada ngasal sih tapi ya sama lah kira-kira hahaha maksa.
Gw masih menganggap bahwa The Class adalah film yang sedikit lebih baik dari Departures. Mungkin juga Waltz With Bashir (belom nntn). Tetapi memang Departures tidak sejelek dan tidak 'terlalu-biasa' seperti yang gw kira sebelumnya. Mungkin dengan tema kebudayaan Asia yang unik serta pesan yang universal dalam film ini membuat juri Oscar memberinya nilai plus. Bagi gw, mungkin ini adalah salah satu film Jepang yang paling bagus yang pernah gw tonton *tidak termasuk animasi hahahaha*. Yaiyalah film Jepang yang udah gw tonton bisa dihitung dengan jari. At least film ini satu-satunya yang mungkin paling mudah untuk ditonton. Ceritanya bagus, cukup menghibur. Aktingnya top, cinematography nya bagus banget (apalagi yang Daigo main Cello dengan latar belakang gunung, TOP NOTCH!), musiknya jg asik. Recommended lah!
(****)
Awalnya Daigo enggan melakukan pekerjaan tersebut, tetapi gaji yang tinggi sangat menggiurkan baginya. Pada awalnya ia terima-terima saja. Lama kelamaan, ia mulai tertarik dengan 'ritual' tersebut. Tetapi anggapan bahwa pekerjaan tersebut adalah salah satu pekerjaan yang 'buruk' di mata masyarakat sekitar membuatnya merahasiakan hal ini kepada istrinya bahkan ia dijadikan bahan omongan di antara para warga. Tetapi semenjak ia menyadari betapa pentingnya pekerjaannya bagi keluarga yang berduka, ia tetap teguh terus menjalankan profesi tersebut. Sampai ketika istrinya mengetahui pekerjaannya ini.
Film ini sempat mengagetkan dunia *lebay* ketika berhasil meraih penghargaan Best Foreign Language Film mewakili Jepang di perhelatan Academy Awards 2009 awal taun kemaren. Mengagetkan mungkin karena film ini tidak terlalu dijagokan dibandingkan kontendernya seperti Israel dengan Watlz With Bashir ataupun Perancis dengan The Class nya. Personally, waktu itu gw belom nntn semua film yang dinominasikan sih, tapi berdasarkan beberapa source, gw agak yakin diantara 2 film yang gw sebut di belakang yang akan menang. Ketika film ini keluar sebagai juara, jelas membuat rasa penasaran gw dan orang-orang yang mungkin belom aware dengan film ini jadi naik. Beberapa bulan kemudian baru muncul DVDnya, dan setelah beberapa bulan abis itu lah gw baru nntn hahahaha telat.
Di menit-menit awal, film ini udah membuat gw tertarik. Dengan adegan awal yang cukup menggelitik, dilanjutkan dengan adegan orkestra yang yaah walaupun tidak fantastis, tapi boleh lah. Film ini kemudian bergulir dengan humor-humor ringan yang mampu membuat gw tertawa. Melihat tingkah laku Daigo yang agak kikuk dan tipikal orang-orang Jepang yang sangat ekspresif memang sebuah hiburan tersendiri. Masih inget gw adegan dimana ia jadi model mayat hahahaha Masahiro Motoki jago banget deh maininnya!
Selain adegan tersebut, banyak banget adegan-adegan yang menurut gw cukup menarik. Dari yang lucu sampai yang tear-jerker juga ada. Oke, sedikit spoiler ya. Gw ketawa-ketawa banget pas pertama kali Daigo ditugaskan 'ngeberesin' mayat. Kebetulan mayatnya itu udah berumur 2 minggu di kayak abandoned house gitu. Bayangin aja baru pertama kali ngurusin beginian langsung dapet jackpot hahaha Terus adegan-adegan ketika ia mulai terbiasa dengan pekerjaannya dan bertemu dengan keluarga-keluarga yang berbeda-beda. Dan tentu saja adegan-adegan sedih di ending.
Salah satu yang menarik perhatian gw adalah 'ritualnya'. Totalitas yang dilakukan oleh orang-orang Jepang tuh emang gila banget ya, walaupun pekerjaan yang dianggap buruk sekalipun. Waktu gw dapet kesempatan buat homestay di Jepang pun gw perhatiin semua pekerjaan dilakuin dengan penuh totalitas. Kasirnya aja ramah banget woy hahaha
Satu hal lagi yang gw menarik dalam film ini adalah posisi pekerjaan pengurusan jenazah itu sendiri. Orang-orang boleh menganggap hina atau rendah dengan pekerjaan itu. Tapi ketika mereka lagi butuh orang-orang kayak gini, mereka baru ngerasain betapa pentingnya pekerjaan itu *bingung jg ya ini-itu hahaha tonton sendiri aja deh*. Mengingatkan gw dengan pepatah; "You'll never understand your parents, until you become one". Yah emang rada ngasal sih tapi ya sama lah kira-kira hahaha maksa.
Gw masih menganggap bahwa The Class adalah film yang sedikit lebih baik dari Departures. Mungkin juga Waltz With Bashir (belom nntn). Tetapi memang Departures tidak sejelek dan tidak 'terlalu-biasa' seperti yang gw kira sebelumnya. Mungkin dengan tema kebudayaan Asia yang unik serta pesan yang universal dalam film ini membuat juri Oscar memberinya nilai plus. Bagi gw, mungkin ini adalah salah satu film Jepang yang paling bagus yang pernah gw tonton *tidak termasuk animasi hahahaha*. Yaiyalah film Jepang yang udah gw tonton bisa dihitung dengan jari. At least film ini satu-satunya yang mungkin paling mudah untuk ditonton. Ceritanya bagus, cukup menghibur. Aktingnya top, cinematography nya bagus banget (apalagi yang Daigo main Cello dengan latar belakang gunung, TOP NOTCH!), musiknya jg asik. Recommended lah!
(****)
Tokyo Broadcasting System
Cast: Masahiro Motoki, Tsutomu Yamazaki, Ryoko Hirosue, Kazuko Yoshiyuki, Kimiko Yo, Takashi Sasano
Written by: Kundo Koyama
Directed by: Yôjirô Takita
salah satu film Jepang yang gue suka. Alur khas film Jepang yang tidak terlalu cepat, malah terkesan lambat, cerita yang orisinil, akting bagus dan musik. Gue suka!
ReplyDeletekeren
Delete