Wednesday, June 15, 2011

Review: Shattered Glass (2003)

Plot: The New Republic adalah sebuah majalah politik yang walaupun penjualannya tidak tinggi, tapi memiliki kelas sendiri karena terpilih sebagai majalah resmi pesawat Air Force One. Bekerja disitu jelas akan membuat bangga bagi seorang individu, tak terkecuali Stephen Glass (Hayden Christensen). Sebagai seorang yang charming, Glass menjadi seorang yang dipandang sangat bersahabat oleh teman-teman kerjanya. Salah satu tulisannya untuk majalah tersebut tiba-tiba menarik perhatian Adam Penenberg (Steve Zahn), penulis sebuah majalah online yang merasa artikel tersebut janggal. Semakin lama ia menginvestigasi, semakin yakin bahwa artikel berjudul 'Hack Heaven' tulisan Glass adalah fiktif karena semua info yang ada di tulisan tersebut tidak dapat dicari faktanya. Setelah di-konfrontasi, Glass masih bersikukuh bahwa dirinya tidak berbohong. Hal tersebut membuat editor The New Republic saat itu, Charlie 'Chuck' Lane (Peter Sarsgaard) mulai mempertanyakan keaslian cerita Glass.

Review: Shattered Glass adalah sebuah film yang diangkat dari kisah nyata. Gw masih gak abis pikir sebenernya setelah nonton. Peristiwa yang cukup memalukan ini bisa terjadi pada media cetak yang udah punya nama gede. Diangkat dari artikel karya H.G Bissinger di majalah Vanity Fair yang menceritakan tentang kronologis journalistic fraud yang dilakukan oleh Stephen Glass. Ditulis dan disutradarai oleh Billy Ray yang juga menyutradarai Breach (2007). Shattered Glass merupakan debut penyutradaraan Ray. Ray sendiri awalnya adalah seorang penulis naskah yang kemudian menghasilkan karya-karya yang cukup dikenal kayak Flightplan (2005), State of Play (2009), Suspect Zero (2004) dan lain-lain. Karya nya yang satu ini mungkin adalah salah satu favorit gw setelah Flightplan karena Shattered Glass adalah film yang sangat sangat seru untuk disimak.

Banyak sebenernya yang ingin disampaikan oleh Shattered Glass. Yok, kita omongin satu persatu. Pertama, mungkin adalah kondisi psikologis Stephen Glass. Glass ini diceritakan sebagai seorang yang bersahabat dengan semua orang dan tipikal cowok yang baik-baik. Tapi Glass adalah seorang yang defensif, menimbun kebohongan untuk menutupi kebohongan lainnya. Sepertinya salah satu alasan mengapa ia begitu adalah (klasik nih), tekanan orang tua. Ia dipaksa untuk bersekolah ke sekolah hukum dan menjadi pengacara. Dibandingkan jurnalis, jelas bagi orang tua nya yang terkesan ortodoks, job pengacara terlihat lebih 'prestige', yang kemudian mungkin saja mengganggu mental Glass. Bahkan ada yang mengasumsikan dirinya adalah seorang 'sociopath', apalagi setelah adegan di high-school class nya itu. Lalu mengapa kok selama ini, beberapa tulisan Glass yang full atau partially fiksi itu gak terdeteksi oleh jajaran fact-checker dan editor di The New Republic? Dirinya yang memang terlihat sebagai 'good-boy' dan dicintai semua orang mungkin menjadi sebuah fakta yang menutupi judgment buruk terhadap dirinya. Glass terkesan sebagai pria rapuh, troubled dan tak ada yang mengira dirinya akan berbohong seperti itu.

Shattered Glass juga sekilas mengenalkan kita dengan sekelumit dunia jurnalistik. Misalnya, bagaimana proses penulisan sebuah artikel yang diperiksa berulang-ulang, direvisi berkali-kali hingga ahirnya solid dan tercetak ke dalam sebuah majalah. Film ini juga menceritakan gebrakan besar online journalism yang dilakukan oleh Adam Penenberg. Artikelnya yang membongkar penipuan tersebut menjadi saksi bahwa teknologi udah makin berkembang. Memang di set di pertengahan 90an, tapi tetep aja udah ada telfon dan internet. Apalagi di jaman sekarang, gampang banget lho mencari informasi dan berkomunikasi. Dalam hitungan detik aja udah dapet berpuluh-puluh news feed. Apalagi mencari kebenaran suatu berita, hoax atau bukan. Film ini secara tidak langsung berarti memaparkan ke kita efek positif dari perkembangan teknologi. Ditambah lagi adanya sindiran mengenai foto di dalam artikel majalah. Kalau istilahnya sekarang, 'no picture = hoax!'. Charlie yang sebenernya paling anti dengan foto, sebenernya bisa memecahkan masalah tersebut dengan cepat kalau setiap artikel diberi bukti authentic, di sini maksudnya adalah foto.

Kalau melihat dari segi akting, mari kita bahas Hayden Christensen terlebih dahulu. Christensen yang sepertinya melambung namanya semenjak berperan sebagai cikal bakal Darth Vader, Anakin Skywalker di trilogi kedua Star Wars disini bermain dengan kadar amibguitas yang membuat gw bingung. Entah apakah doi memang tidak bisa berakting (karena menurut gw aktingnya disini jelek dan sangat annoying) tapi kok sepertinya annoying itu sendiri, aim yang hendak dicapai oleh karakterisasi tokoh Stephen Glass. Apapun itu, perannya disini membuat gw super kesel dan kasian di saat yang bersamaan. Peter Sarsgaard yang berperan sebagai Charles adalah bintang film ini. Sarsgaard membawakan sebuah tokoh yang sebenarnya sangat sulit ditebak perannya. Apakah ia baik atau jahat? Ataukah ia memiliki personal issues terhadap co-workernya atau ia sebenarnya hanya menjalankan tugas sebagai editor yang baik dan professional? Dari situlah, Sarsgaard sangat amat berhasil memberikan penampilan yang sangat convincing dengan karakter yang lambat laun semakin berkembang. Pantas kalo dia lah yang mendapat banyak spotlight dari film ini. Chloe Sevigny juga bermain baik, salah satu aktris yang sepertinya kok underused ya, padahal bagus-bagus aktingnya. Yang lain (Rosario Dawson, Steve Zahn, Hank Azaria, dll) pun cukup dapat mengimbangi tone film ini menjadi semakin menarik.

Overview: Shattered Glass sebenernya adalah sebuah film sederhana dalam eksekusi. Tapi jangan tertipu, film ini menampilkan sebuah cerita yang sangat memikat, seru dan membuat kita gak sabar apa yang akan terjadi berikutnya. Jajaran pemainnya memberikan akting yang mumpuni dan membuat film ini jadi semakin asik di setiap menitnya. Banyaknya pesan yang mampu gw ambil dan resapi dari film ini. Dan begitu banyaknya pesan tersebut mampu disampaikan dengan baik oleh sang penulis naskah sekaligus sutradaranya, Billy Ray. Dari beberapa isu yang gw tulis diatas, ada satu isu lagi yang sebenernya cukup ngena buat gw: tentang profesionalitas. Kalau lo adalah seorang bos atau editor atau temennya Stephen Glass, apa yang bakal lo lakukan? Membelanya? Atau memberikannya sebagai umpan kepada singa-singa yang lapar (metaphorically)? Bagaimana mungkin membelanya setelah tau kita ditipu mentah-mentah? Terus apa arti loyalitas? Aaah kebanyakan nanya ngalor ngidul. Lebih baik semua nonton sendiri :)

(****1/2)
Shattered Glass (2003) | Drama, History | Rated PG-13 for language, sexual references and brief drug use | Cast: Hayden Christensen, Peter Sarsgaard, Chloë Sevigny, Hank Azaria, Steve Zahn, Rosario Dawson, Melanie Lynskey, Ted Kotcheff | Written and directed by: Billy Ray

5 comments:

  1. oui 4 1/2 bintang dari fariz loh hehee film kini pertama kali sy tonton pas masuk klub jurnalistik di kampus, lumayan sih, krena nilai kode etik jurnalistiknya dapet bgt di film ini

    ReplyDelete
  2. wah bagus ya? yg main hayden christensen sih agak ragu gitu nontonnya

    ReplyDelete
  3. @andyputera: iya malah hampir mau dikasih 5 hahaha tapi masih kurang untuk disebut 'masterpiece'

    @daniel: banget! gw jg agak ragu pas si christensen yg main eh ternyata bagus

    ReplyDelete
  4. Chloe kayaknya lebih terkenal gara2 fashionnya aja nih. Haha.

    ReplyDelete
  5. @fradita: saya malah gak tau ttg fashion nya chloe hehe

    ReplyDelete