Wednesday, February 8, 2012

Review: Take Shelter (2011)

Plot: Curtis LaForche (Michael Shannon), seorang ayah dari keluarga yang tinggal di sebuah kota kecil di Ohio, akhir-akhir ini sering dilanda mimpi-mimpi buruk yang semuanya berhubungan dengan sebuah bencana besar yang akan melanda kota tempat tinggalnya. Curtis awalnya tidak memberitahu hal ini kepada istrinya, Samantha (Jessica Chastain) hingga membuat Samantha merasa cemas dengan sikap paranoid Curtis. Obsesinya untuk melindungi keluarganya dengan merenovasi ulang shelter yang berada di belakang rumahnya malah kemudian membuatnya kehidupannya jadi lebih complicated.

Review: Setelah Lars von Trier menghadirkan Melancholia dengan tema apocalypse serta depresi nya, tahun lalu juga kita disajikan film serupa. Beda nya, kalau Melancholia sudah menegaskan sejak awal bahwa bencana besar (hancurnya planet bumi akibat tertabrak planet 'Melancholia') itu akan terjadi, film ini malah akan membuat kita bertanya-tanya apakah benar bencana yang dimaksud akan datang? Film tersebut adalah Take Shelter. Take Shelter tentunya juga tidak begitu menekankan pada bencana tersebut, tetapi bagaimana seseorang dapat merasakan sebuah rasa ketakutan luar biasa lewat mimpi-mimpi yang menghantuinya. Take Shelter adalah film sophomore yang ditulis serta disutradarai oleh Jeff Nichols. Filmnya yang pertama di tahun 2007, Shotgun Series ternyata dibintangi juga oleh lead actor dari film Take Shelter, Michael Shannon. Our future General Zod di reboot Superman mendatang: Man of Steel ini pernah memberikan kejutan lewat masuknya ia dalam jajaran Best Supporting Actor Oscar tahun 2009 lewat perannya di Revolutionary Road. Ironisnya, ketika pada tahun 2008 itu hanya segelintir critics awards saja yang memberikannya penghargaan, lewat Take Shelter yang aktingnya dipuji-puji lebih banyak critic awards malah tidak membuatnya dilirik oleh industri dan Oscar sendiri. Di Take Shelter, Shannon berperan sebagai Curtis, sang ayah yang mendapatkan 'premonition' atau mungkin halusinasi tentang sebuah big disaster.

Kita memang tidak tahu atau tidak begitu perlu untuk tau apakah mimpi-mimpi Curtis ini adalah sebuah 'sixth sense' atau sebuah peringatan untuk Curtis dan keluarganya sampai film ini berakhir. Menurut saya benar atau tidaknya mimpi-mimpi tersebut bukanlah inti film ini. Salah satu hal yang saya tangkap adalah tentang bagaimana rasa ketakutan (yang mungkin dalam film ini agak berlebihan, in purpose though) bisa menghancurkan hidup sebuah keluarga yang awalnya lancar-lancar saja kehidupannya. Ketakutan yang dialami oleh Curtis lewat mimpi-mimpinya itu awalnya ia abaikan. Tetapi lama kelamaan, mimpinya semakin menjadi-jadi, bahkan seringnya ia melihat halusinasi, dan membuatnya mengalami depresi dan tentu saja rasa paranoid. Ketakutan lainnya muncul dari fakta bahwa dulu ketika ia masih kecil, ibu kandungnya yang menelantarkannya ternyata didiagnosa schizophrenia. Selain ketakutan atas penyakit serupa terjadi juga pada dirinya, Curtis juga tidak mampu menghilangkan keraguan atas apakah bencana yang selama ini ia mimpikan akan benar terjadi. Better safe than sorry, mungkin itu yang ada di kepala Curtis ketika ia mulai memutuskan untuk menggunakan uang yang ia miliki untuk berkonsentrasi membangun kembali shelter untuk menjadi tempat perlindungan ketika bencana yang dimaksud benar akan datang. Dengan tema apocalyptic seperti ini, Take Shelte juga sempat menyinggung hal yang berbau agama, seperti bagaimana Curtis selama ini jarang mengikuti service di gereja nya. Untungnya hal tersebut tidak begitu di-expose. Kalau enggak, Take Shelter bisa menjadi sebuah drama religi yang preachy :p

Apa yang saya suka dari karakter Curtis adalah he's a very real character. Curtis adalah seorang ayah yang bisa dibilang memiliki kehidupan yang harmonis walaupun dengan sedikit kekurangan yang, yaah, tidak begitu mempengaruhi kehidupan keluarga bahagia itu. Baru setelah mimpi-mimpi buruk tersebut, Curtis mulai berubah. Apa yang ia lakukan memang agak begitu berlebihan, hingga mempertaruhkan harta hingga pekerjaannya, hal yang sebenarnya sangat ia butuhkan untuk membiayai operasi Hannah yang memiliki gangguan pendengaran. But he's doing all that in the name of love, to keep his family safe. Tapi yang menjadi nilai tambahan buat saya; he talks. I mean, dia mencari dan meminta bantuan. Dia gak sok jadi 'pahlawan' atau takut dan malu dianggap gila dengan memendam semuanya sendirian. Ini yang kadang-kadang menjadi masalah beberapa film. If the main character has big problems, he/she rarely share it with someone else, resulting with more misunderstanding towards the end. Makanya menurut saya Curtis ini terlihat begitu bersahaja. Dia takut mendapat penyakit mental yang sama dengan ibunya. Dia takut dengan penyakitnya itu membuatnya menelantarkan keluarganya. Dia takut jika memang mimpinya tersebut menjadi kenyataan. Dia takut ia tidak bisa menolong istri dan anaknya sebagaimana tugas seorang kepala keluarga. He's not a hero, not even a mad man. He's just a concerned family man who loves his family too much.

Speaking of Curtis, mengapa saya suka dengan karakter tersebut tidak bisa dielakkan bahwa salah satu alasannya karena permainan apik dari Michael Shannon. Shannon memerankan Curtis dengan sangat baik. Kita melihat Curtis awalnya agak pendiam; quiet and calm. Lalu kita melihatnya berubah dengan segala kecemasannya dan ketakutannya, hingga akhirnya sebuah ledakan amarah di penghujung film. Michael Shannon memberikan akting yang sangat meyakinkan lewat emosi yang naik turun tersebut, dan menjadikannya salah satu penampil terbaik bagi saya tahun lalu. Sayang usahanya sepertinya tidak begitu dilirik. Serta jangan lupakan juga penampilan dari the busiest and most talked about actress last year: Jessica Chastain. Chastain berperan sebagai Samantha yang lagi-lagi memberikan penampilan yang tidak mengecewakan. Setelah saya melihatnya berperan menjadi pemeran pendukung, baik di The Tree of Life maupun di The Help, Chastain memberikan sesuatu yang juga berbeda dibandingkan 2 film sebelumnya. Kalau di Tree of Life ia cenderung pasif (but she's great nonetheless), cheerful di The Help, di Take Shelter, Chastain menjadi seorang devoted mother/wife yang setia menemani dan mendampingi suaminya, even in his darkest days, serta menjadi penyeimbang dan 'sisi waras' dari keluarga tersebut.

Overview: Jeff Nichols akan membawa kita ke dalam keresahan atas ketidak-yakinan dan keraguan di mata seorang ayah dan suami. With so many things at stake, bisa kah kita tidak mengambil resiko? Take Shelter memberikan sebuah gambaran mengenai seorang yang paranoid dengan pembawaan yang lebih rasional. Kita memang tidak tahu benar/tidaknya atau gila/tidaknya Curtis sampai akhir kisah nanti, tapi kita bisa ikut merasakan kecemasan seorang ayah yang ingin 'menyelamatkan' keluarganya. Pendalaman karakter yang believable dan tidak begitu melodramatis menambah nilai plus untuk film ini. With two great performances from its leads; Michael Shannon & Jessica Chastain, Take Shelter becomes an exceptional film.

[A-]
Take Shelter (2011) | Drama, Thriller | Rated R for some language | Cast: Michael Shannon, Jessica Chastain, Katy Mixon, Shea Whigham, Kathy Baker, Ray McKinnon, Lisa Gay Hamilton | Written and directed by: Jeff Nichols

6 comments:

  1. Wah, ini film drama tapi rating-nya R ya bro Fariz? emang ada adegan kekerasannya ya bro? Wah, bagus donk nich buat gw...

    Btw, Underworld Awakening udah main tuch, seru lho, keren banget 3D-nya... :)

    ReplyDelete
  2. iya, mungkin ada bbrp kata2 sama adegan agak serem sih, cuman overall gak parah2 bgt kok hehe

    gak begitu ngikutin seri Underworld sih, tapi ntar kalo sempet, ditonton deh :)

    ReplyDelete
  3. w suka banget sama film ini sayang michael shannon begitu terlupakan padahan dia kan keren banget di sini

    ReplyDelete
  4. iya, salah satu akting terbaik taun lalu kalo menurut saya :)

    ReplyDelete
  5. Yang indah adalah gimana sang istri berusaha untuk menghadapi kemungkinan ketidakwarasan suaminya, dan tetep percaya. That's so sweet. Really.

    ReplyDelete