Saturday, August 30, 2014

Review — KOHLHAAS, OR THE PROPORTIONALITY OF MEANS (Aron Lehmann, 2012)

KOHLHAAS, OR THE PROPORTIONALITY OF MEANS (Kohlhaas oder die Verhältnismäßigkeit der Mittel) | Kaminski.Stiehm.Film/Berlin, BR/Munich, Filmuniversität Babelsberg KONRAD WOLF | 2012 | Drama, Comedy | German | German | 90 minutes | Cast: Robert Gwisdek, Jan Messutat, Thorsten Merten, Rosalie Thomass, Michael Fuith, Heiko Pinkowski, Peter Trabner, Anton Gruber, Eckhard Greiner | Cinematography: Cristian Pirjol | Music by: Boris Bojadzhiev | Screenplay: Aron Lehmann | Directed by: Aron Lehmann

Apakah anda pernah merasa impian anda dihancurkan tepat ketika anda sudah tinggal selangkah lagi menuju hal tersebut? Mungkin itu yang dirasakan oleh Lehmann (Robert Gwisdek), sutradara yang bermaksud untuk mengadaptasi cerita rakyat Jerman berjudul Michael Kohlhaas yang dipenuhi oleh ksatria berkuda, raja dan istananya, serta peperangan epik yang menggelegar. Satu hari sebelum proses shooting dimulai, Lehmann dikejutkan dengan telepon dari produsernya yang memutuskan untuk memotong seluruh kucuran dana untuk filmnya tersebut. Walaupun kehilangan beberapa aktor dan kru yang tentunya tidak yakin akan kepastian pembuatan film tersebut, Lehmann tidak putus asa dan tetap bersikeras untuk melanjutkan proses produksi. Ia kemudian membujuk tim produksi dan para aktor yang tersisa untuk membuat filmnya hanya dengan set dan properti seadanya, serta membuat mereka menggunakan imajinasi dalam memerankan karakter-karakter yang mereka perankan. Tetapi sampai kapan mereka akan bertahan hanya dengan sumber terbatas tersebut?


Kohlhaas oder die Verhältnismäßigkeit der Mittel, judul asli film ini, disutradarai oleh sutradara muda asal Jerman, Aron Lehmann (let's addres him as Aron to avoid confusion with the character). Kohlhaas sendiri adalah debut layar lebar bagi Lehmann, yang selama ini lebih banyak berkecimpung di ranah televisi. Lehmann bahkan menamai karakter sutradara dalam film ini dengan namanya sendiri (diperankan dengan sangat baik oleh Robert Gwisdek). Lewat Kohlhaas, Aron sepertinya bermaksud untuk menceritakan pengalamannya sebagai seorang sutradara muda. Tak hanya menunjukkan secuil dari bagaimana proses membuat film, tetapi juga bagaimana membuat film tanpa budget sama sekali. Entah dengan mengganti kuda yang ditunggangi oleh karakter Kohlhaas (diperankan oleh Jan Messutat) dengan seekor lembu dan kambing kecil hingga memaksa para pemeran prajurit untuk berperang melawan musuh-musuh 'gaib' dalam bentuk pohon-pohon tak berdosa di hutan. Lehmann pun juga terpaksa memakai beberapa penduduk setempat sebagai pemeran pendukung, yang tentunya memiliki pengalaman yang pas-pasan juga.

Tentu lewat keabsurditasan adegan-adegan on-a-budget tersebut, film ini mampu memancing tawa penonton. Ditambah lagi dengan performa yang sangat baik oleh Gwisdek, Messutat, hingga Michael Fuith yang berperan sebagai walikota desa dimana Lehmann mengambil gambar. Saya juga terkesan dengan beberapa adegan yang membuat saya merasa seperti melihat sebuah dokumenter dalam pembuatan film. Sayangnya, tema imajinasi yang diusung Kohlhaas yang diawal terasa inovatif dan seakan menjadi sentilan jenaka, semakin lama semakin menjemukkan. Seiring berjalannya film pula, garis antara realita, imajinasi, mimpi pun semakin lama semakin kabur. Mungkin memang itu yang menjadi maksud Aron terhadap karakter sutradara yang sedikit demi sedikit termakan oleh imajinasi dan antusiasmenya. Tetapi hal tersebut menurut saya membuat film ini terasa lebih berat dan membingungkan serta kehilangan arah dari premis awal. Sepertinya begitu banyak yang Aron ingin tuangkan dalam film ini, tetapi pada akhirnya terlihat agak kurang fokus dan sedikit disoriented.

Mungkin penonton Indonesia seperti saya akan lebih mudah merasa adanya keterikatan dengan film ini jika saya lebih familiar dengan kisah Michael Kolhaas, sebuah folklore asal Jerman yang menjadi inti cerita. Bagi yang malas mencari, Michael Kohlhaas sendiri bercerita tentang perjuangan dari seorang pemuda yang merasa dikhianati sistem peradilan pada masanya. Awalnya, dengan jargon 'use your imagination' yang dimiliki oleh sang sutradara disini memang terasa agak absurd, tetapi saya akhirnya mulai bisa mengerti mengapa mereka mau-mau saja melakukan hal-hal 'gila' tersebut. Melihat para aktor yang berpura-pura dengan imajinasi mereka memerankan adegan-adegan dalam produksi film ini, mengingatkan saya dengan masa kecil saya. Saya tentu pernah berandai-andai menjadi karakter yang saya baca di buku atau lihat di TV. Entah itu berubah dan berkelahi seperti Power Rangers, atau sekedar mengayunkan ranting dan meneriakkan 'Wingardium Leviosa' layaknya Harry Potter dan teman-temannya. 

Kohlhaas oder die Verhältnismäßigkeit der Mittel saya akui memiliki sebuah premis yang menarik. Sebuah pergelutan sutradara muda idealis dan penuh antusias dalam membuat dream project-nya dengan kenyataan pahit yang muncul bertubi-tubi. Dengan semangat dan teknik persuasi yang tinggi, ia berhasil (not always, though) meyakinkan para kru dan aktor untuk meneruskan produksi dengan apa yang mereka punya, which was close to nothing. Walaupun dramatic tone yang muncul di pertengahan film hingga akhir menurut saya terlalu dipaksakan, film ini tetap memiliki beberapa adegan yang menghibur serta sedikit memberikan insight tentang problema yang mungkin dihadapi oleh seorang sutradara muda. It's not a perfect film, but still an interesting one to watch. Hopefully your next feature won't suffer like what Lehmann's trying to make, Aron!

1 comment: