Thursday, May 12, 2011

Review: Cheaters (2000)

Plot: Steinmetz High School adalah sebuah sekolah negri yang memang tidak pernah unggul dalam bidang akademik. Selalu berada di urutuan bontot ketika menghadapi olimpiade, padahal baru di tingkat regional. Sulit bagi Jerry Plecki (Jeff Daniels), seorang guru yang juga menjabat sebagai coach klub academic decathlon dalam sekolah tersebut, untuk menemukan murid-murid yang berminat mengikuti olimpiade. Dibantu oleh murid naif, Jolie Fitch (Jena Malone), Plecki berusaha membentuk tim baru dengan semangat yang baru pula. Walaupun susah payah, tetap saja Steinmetz belum merasakan yang namanya kemenangan. Hingga ketika salah satu dari anggota tim tersebut berhasil menyelundupkan bocoran tes olimpiade tersebut. Atas nama harga diri dan ego masing-masing, mereka semua melakukan hal yang kemudian akan mereka sesali kemudian hari.

Review: Akhir-akhir ini ketika film-film di bioskop semakin surut walaupun summer movies sudah berancang-ancang menerkam penikmatnya, gw lagi asik mengulik film-film lama yang recommended, atau film-film kecil yang terlupakan tapi sempat memberikan suatu penerangan bagi gw. Cheaters adalah salah satu diantaranya. Cheaters sendiri adalah sebuah film televisi produksi HBO yang rilis tahun 2000 lalu. Film ini diangkat dari sebuah kisah nyata yang terjadi di pertengahan dekade 90an. Gw kalau gak salah nonton film ini di salah satu stasiun TV swasta Indonesia yang dulu belom berganti nama menjadi Tr***7, itu pun ditayangkan tengah malam. Gw lumayan tertarik dengan sebuah film yang mengangkat isu-isu anak muda. Apalagi kalau yang tidak berbau seks, narkoba atau party-party gak jelas. Udah bosen. Itulah mengapa pas pertama kali nonton dulu gw tetep terjaga hingga akhir cerita walaupun nontonnya gak dari awal. Gw yakin banyak film Hollywood yang juga telah mengangkat mencontek sebagai inti kisahnya. Karena pengetahuan film gw masih kurang, gw hanya tau segelintir.

Cheaters, seperti judulnya, memang bercerita tentang sekelompok orang yang mengambil jalan pintas untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Gw merasa kalau ingin membicarakan moral tentang film ini (baca: mencontek), gw akan terlihat seperti orang yang munafik. Karena sepertinya (sungguh sebuah kejujuran yang menyedihkan) mencontek sudah menjadi tradisi, atau mungkin human nature? Closing credit dalam film ini menjabarkan survey yang menyatakan bahwa 80% dari siswa SMA pernah melakukan hal itu, 40%nya yakin itu bukanlah hal yang buruk. Kadang kita tidak pernah memikirkan konsekuensi, baik jangka pendek maupun jangka panjang, dari kegiatan menyontek. Kadang lagi kita sudah tau konsekuensinya tapi tetep aja melakukan hal tersebut, demi harga diri atau demi reward di akhir nanti.

Tapi nonton film ini entah kenapa agak nyesek sendiri. Tim academic decathlon Steinmetz itu bisa dibilang sebagai underdog. Diragukan oleh seluruh pihak (bahkan masing-masing anggota tim juga awalnya ragu), terintimidasi bahkan dipermalukan. Dalam sebuah film Hollywood fairy tale biasa, ingin rasanya melihat perjuangan tim outcast ini meraih kesuksesan di akhir dan menjungkirbalikkan persepsi orang-orang yang telah meng-understimate mereka. Tetapi sayangnya cara yang mereka lakukan salah, yang pada akhirnya terasa seperti pepatah sudah jatuh, tertimpa tangga pula, walaupun sempat menyicipi puncak dunia ketika berada di atas. Lebih nyesek lagi adalah ketika para anggota tim Steinmetz ini terlihat lebih semangat ketika mengerjakan soal yang telah mereka curi, mengetahui mereka akan memenangkan lomba tersebut. Suatu hal yang sepertinya juga disadari Plecki di tengah aksi mencontek tersebut. Bukankah begitu orang-orang sekarang? Lebih semangat kalo udah diiming-imingi suatu yang nyata? Dessss #kesindir

Yang gw bingung dengan pemikiran Plecki dan murid-muridnya adalah kenapa mereka ngikutin semua. Logically, ketika gw menyontek, ada sebuah tendensi dimana gw berfikir bahwa gak bakal lah gw benerin semua. At least salahin dikit lah beberapa. Serta melihat kondisi mereka yang muncul di posisi bawah, masa iya mereka menyangka akan kabur dari prasangka orang-orang pas mereka tiba-tiba mencuat ke posisi puncak? Entah memang mereka terlalu buta dengan titel juara atau terlalu jenuh untuk memikirkannya. Selain mencontek ada satu hal lagi yang paling mengena bagi gw; tentang sekolah. Steinmetz bukanlah sekolah unggulan. Jauh dari fasilitas mewah, lingkungan yang kondusif apalagi tenaga-tenaga pengajar yang, yaaah walaupun tidak jelek tetapi kalau dibandingkan rival dalam film ini, Whitney Young, pastilah masih kalah. Yang disinggung adalah bagaimana bisa murid-murid pintar di Steinmetz, dengan lingkungan belajar yang sangat buruk, fasilitas yang tidak memadai hingga minimnya dukungan dari sekolah bisa menang lomba nasional? Bahkan untuk mendapat budget yg tidak sedikit saja ada anggapan bahwa sebuah klub "harus banggain" sekolah dulu. Tapi kalo ngeliat beberapa siswa berprestasi di Indonesia malah sebagian besar dari pelosok-pelosok gitu ya.

Overview: Cheaters memang secara teknis tidaklah begitu istimewa. Memang sebuah film yang, kasarnya, cocok lah sebagai film televisi. Eksekusinya tergolong biasa, cara penyampaian ceritanya pun tidak wah-wah banget, penampilan para aktornya gw bilang mediocre. Tetapi kodrat Cheaters sebagai sebuah FTV agak sedikit terangkat karena masalah yang dibawakan dalam film ini menurut gw sangat penting untuk diangkat. Ada sebuah tagline dalam film yang sudah gw lupakan judulnya. Kurang lebih begini: "Is it still cheating, if everyone's doing it?". Tagline tersebut selalu nyantol dalam pikiran gw. Mau se-selengean apapun, ada benarnya juga kan ya? Toh semua pada curang, kenapa gw enggak? Kalo gw enggak, kapan gw suksesnya? Kalau semua orang, khususnya orang Indonesia, sudah berfikiran seperti ini, mengutip dialog Nagabonar, apa kata dunia?? Walaupun terdengar munafik, gw sarankan untuk tidak mencontek, terlalu banyak mudarat dibanding manfaat #truestory. Ingin cautionary tale? Tonton film ini.

(***1/2)
Cheaters (TV-2000) | Drama | Rated R for language | Cast: Jeff Daniels, Jena Malone, Paul Sorvino, Luke Edwards, Blake Heron, Dov Tiefenbach | Written and directed by: John Stockwell

1 comment:

  1. review nya bagus :) yang mau baca review film terbaru, bisa langsung ke http://www.gostrim.com selamat membaca :)

    ReplyDelete