Plot: Beberapa bulan semenjak kematian istrinya, Benjamin Mee (Matt Damon) merasa bahwa ia perlu move on dari kehidupan lamanya, pindah ke rumah baru dan membuat sebuah fresh start. Lewat sebuah kesengajaan, Benjamin tertarik dengan sebuah rumah yang ternyata adalah sebuah kebun binatang luas dan tengah terlantar akibat masalah keuangan. Melihat anak perempuannya, Rosie (Maggie Elizabeth Jones) begitu senang dengan atmosfir rumah tersebut, Benjamin memutuskan untuk membelinya dan mencoba untuk merawat binatang-binatang tersebut, dengan bantuan dari head keeper, Kelly (Scarlett Johansson), walaupun hal tersebut malah mengganggu anak laki-lakinya, Dylan (Collin Ford).
Review: Cameron Crowe selalu dikenal oleh para moviegoer sebagai sutradara dengan taste musik yang bagus. Mungkin ini juga dipengaruhi oleh background karir Crowe yang pernah menjadi contributing editor di majalah musik ternama, Rolling Stones. Lewat situ lah, hampir kebanyakan film-filmnya pasti berbau musik, atau diiringi dengan pilihan iringan musik yang juga baik. Film-filmnya yang terhitung sangat sukses, misalnya seperti Jerry Maguire di tahun 1996 dan Almost Famous di tahun 2000 (Crowe mendapatkan Oscar untuk Best Original Screenplay untuk film ini). Tetapi sayangnya, film-filmnya sesudah itu, seperti Vanilla Sky (2001) dan Elizabethtown (2006) mendapatkan sambutan yang kurang begitu baik dari kritikus maupun publik. Tahun 2011 lalu, setelah absen beberapa tahun dalam membuat film layar lebar, Crowe memutuskan untuk 'comeback' lewat We Bought a Zoo. Zoo adalah sebuah film yang diangkat dari kisah nyata Benjamin Mee lewat memoir nya tentang bagaimana ia membeli dan merawat sebuah kebun binatang. Crowe dibantu menulis screenplay-nya oleh Aline Brosh McKenna yang sempat menulis The Devil Wears Prada dan 27 Dresses.
Apa yang saya suka dari film ini adalah ada segelintir momen-momen yang begitu manis. Dengan akting natural dari beberapa aktornya, adegan-adegan tersebut terasa begitu menyegarkan. Tak lupa dengan selentingan jokes-jokes yang tepat peletakannya. Saya suka bagaimana Crowe tidak begitu memfokuskan film ini dengan kematian sang istri dari karakter utama, membuat film ini menjadi tidak begitu cengeng. That being said, hubungan antara ayah-anak, Benjamin-Dylan, menurut saya masih terlalu blurry dan kurang mengena walaupun hal tersebut menjadi salah satu poin penting film ini. Sepertinya sih masih bisa diperjelas supaya penonton bisa dibuat simpati. Beberapa hal yang terasa begitu klise dan 'out of logic' pun sebenarnya agak mengganggu. Mungkin itu disebabkan pula karena ada beberapa hal yang berbeda dengan memoir Benjamin yang asli, untuk menambah kesan 'Hollywood touch'. Kadang pula terjadi kurangnya chemistry di beberapa adegan, jadinya terasa agak garing. But in overall, We Bought A Zoo masih menjadi sebuah film yang lumayan enak untuk disaksikan. Tidak buruk-buruk banget, toh ini juga film ringan.
Untuk urusan akting, I love Matt Damon's character and performance in here. One of the best he's ever been. Perannya sebagai seorang ayah yang berusaha tegar setelah kehilangan istri dan harus menghadapi anak-anaknya begitu baik ia perankan. Lalu untuk Scarlett Johansson, saya masih merasa ia belum begitu sempurna, but she's getting better. At least, lewat film ini, Johansson terlihat ingin meng-showcase kan kemampuan aktingnya, tidak lewat body nya saja :p. Elle Fanning, one the other hand, keeps proving that she's a threat to her sister, Dakota. Walaupun belum begitu bagus, tapi Elle selalu mencuri perhatian di setiap karakter Lily (keponakan Kelly) yang ia perankan, muncul. Dalam urusan score dan musik, seperti yang sebelumnya saya sebutkan, Crowe memiliki taste musik yang begitu baik. Lewat film ini, ia memilih Jonsi, lead singer dari band Sigur Ros, untuk membuat score dan lagu untuk filmnya ini. Hasilnya? Luar biasa epik. The score, for me, was a highlight from this film and what kept me watching until the end. Track lagu 'Gathering Stories' juga begitu enak didengar, entah mengapa tidak masuk sebagai nominator Oscar. Atmosfir soothing dan relaxing menambah kesan nyaman untuk film manis ini.
Overview: Despite the flaws, We Bought a Zoo is actually a pretty nice film. Walaupun sepertinya Cameron Crowe masih belum bisa menandingi masterpiece(s) nya sendiri, tetapi setidaknya lewat film ini, Crowe membuktikan ia bisa membuat sebuah film keluarga unik dan heartwarming. Tak lupa dengan 'signature style' khas Crowe: pilihan musik yang enak didengar lewat score arahan Jonsi yang menjadi highlight dari film ini. Diisi dengan momen-momen yang memancing senyum dan mengharukan serta penampilan yang juga bisa dikatakan baik, kita akan lupa dengan sejumlah kelemahan yang dimiliki oleh film ini. It's not a perfect or a great film, but it doesn't mean it's not a good one, and We Bought a Zoo is definitely in that spot.
Review: Cameron Crowe selalu dikenal oleh para moviegoer sebagai sutradara dengan taste musik yang bagus. Mungkin ini juga dipengaruhi oleh background karir Crowe yang pernah menjadi contributing editor di majalah musik ternama, Rolling Stones. Lewat situ lah, hampir kebanyakan film-filmnya pasti berbau musik, atau diiringi dengan pilihan iringan musik yang juga baik. Film-filmnya yang terhitung sangat sukses, misalnya seperti Jerry Maguire di tahun 1996 dan Almost Famous di tahun 2000 (Crowe mendapatkan Oscar untuk Best Original Screenplay untuk film ini). Tetapi sayangnya, film-filmnya sesudah itu, seperti Vanilla Sky (2001) dan Elizabethtown (2006) mendapatkan sambutan yang kurang begitu baik dari kritikus maupun publik. Tahun 2011 lalu, setelah absen beberapa tahun dalam membuat film layar lebar, Crowe memutuskan untuk 'comeback' lewat We Bought a Zoo. Zoo adalah sebuah film yang diangkat dari kisah nyata Benjamin Mee lewat memoir nya tentang bagaimana ia membeli dan merawat sebuah kebun binatang. Crowe dibantu menulis screenplay-nya oleh Aline Brosh McKenna yang sempat menulis The Devil Wears Prada dan 27 Dresses.
Apa yang saya suka dari film ini adalah ada segelintir momen-momen yang begitu manis. Dengan akting natural dari beberapa aktornya, adegan-adegan tersebut terasa begitu menyegarkan. Tak lupa dengan selentingan jokes-jokes yang tepat peletakannya. Saya suka bagaimana Crowe tidak begitu memfokuskan film ini dengan kematian sang istri dari karakter utama, membuat film ini menjadi tidak begitu cengeng. That being said, hubungan antara ayah-anak, Benjamin-Dylan, menurut saya masih terlalu blurry dan kurang mengena walaupun hal tersebut menjadi salah satu poin penting film ini. Sepertinya sih masih bisa diperjelas supaya penonton bisa dibuat simpati. Beberapa hal yang terasa begitu klise dan 'out of logic' pun sebenarnya agak mengganggu. Mungkin itu disebabkan pula karena ada beberapa hal yang berbeda dengan memoir Benjamin yang asli, untuk menambah kesan 'Hollywood touch'. Kadang pula terjadi kurangnya chemistry di beberapa adegan, jadinya terasa agak garing. But in overall, We Bought A Zoo masih menjadi sebuah film yang lumayan enak untuk disaksikan. Tidak buruk-buruk banget, toh ini juga film ringan.
Untuk urusan akting, I love Matt Damon's character and performance in here. One of the best he's ever been. Perannya sebagai seorang ayah yang berusaha tegar setelah kehilangan istri dan harus menghadapi anak-anaknya begitu baik ia perankan. Lalu untuk Scarlett Johansson, saya masih merasa ia belum begitu sempurna, but she's getting better. At least, lewat film ini, Johansson terlihat ingin meng-showcase kan kemampuan aktingnya, tidak lewat body nya saja :p. Elle Fanning, one the other hand, keeps proving that she's a threat to her sister, Dakota. Walaupun belum begitu bagus, tapi Elle selalu mencuri perhatian di setiap karakter Lily (keponakan Kelly) yang ia perankan, muncul. Dalam urusan score dan musik, seperti yang sebelumnya saya sebutkan, Crowe memiliki taste musik yang begitu baik. Lewat film ini, ia memilih Jonsi, lead singer dari band Sigur Ros, untuk membuat score dan lagu untuk filmnya ini. Hasilnya? Luar biasa epik. The score, for me, was a highlight from this film and what kept me watching until the end. Track lagu 'Gathering Stories' juga begitu enak didengar, entah mengapa tidak masuk sebagai nominator Oscar. Atmosfir soothing dan relaxing menambah kesan nyaman untuk film manis ini.
Overview: Despite the flaws, We Bought a Zoo is actually a pretty nice film. Walaupun sepertinya Cameron Crowe masih belum bisa menandingi masterpiece(s) nya sendiri, tetapi setidaknya lewat film ini, Crowe membuktikan ia bisa membuat sebuah film keluarga unik dan heartwarming. Tak lupa dengan 'signature style' khas Crowe: pilihan musik yang enak didengar lewat score arahan Jonsi yang menjadi highlight dari film ini. Diisi dengan momen-momen yang memancing senyum dan mengharukan serta penampilan yang juga bisa dikatakan baik, kita akan lupa dengan sejumlah kelemahan yang dimiliki oleh film ini. It's not a perfect or a great film, but it doesn't mean it's not a good one, and We Bought a Zoo is definitely in that spot.
[B]
We Bought a Zoo (2011) | Comedy, Drama, Family | Rated PG for language and some thematic elements | Cast: Matt Damon, Scarlett Johansson, Thomas Haden Church, Colin Ford, Maggie Elizabeth Jones, Angus MacFadyen, Elle Fanning, Patrick Fugit | Screenplay by: Cameron Crowe, Aline Brosh McKenna | Directed by: Cameron Crowe
Ulasan yang komplit. Sayangnya kawan-kawan blogger pada berhenti. BTW, Matt Damon gak pernah gagal dalam perannya di semua genre, termasuk drama we bought a zoo . Tapi perannya di planet merah the martian menurutku salah satu paling ngetop selain jadi Jason Bourne. Titip blog ku ya gan. Thanks
ReplyDelete