Salah satu indikator film dokumenter yang baik adalah dimana film tersebut dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tujuan yang dimaksud. Jadi, setelah mendengar kabar bahwa John Lasseter dan Andrew Stanton memutuskan untuk mengganti ending dari Finding Dory yang akan dirilis 2016 nanti setelah menyaksikan Blackfish, tentunya ada rasa penasaran bagaimana film dokumenter tentang seekor orca ini mampu membuat kedua dedengkot Pixar tersebut tergerak hatinya untuk menulis ulang naskah salah satu sekuwl film paling ditunggu tersebut.
Blackfish, yang disutradarai oleh Gabriela Cowperthwaite akan memfokuskan cerita ke seekor killer whale atau orca bernama Tillikum yang setidaknya (on record) telah menyebabkan hilangnya nyawa dari 3 orang. Walaupun sudah terjadi selama tiga kali, baru pada kasus di tahun 2010 yang menjadi headline besar lah, dimana seorang senior trainer dari Sea World bernama Dawn Brancheau terbunuh, akhirnya rahasia-rahasia gelap yang ternyata selama ini sudah ditutup-tutupi pun mulai muncul di permukaan. Film ini dengan detail menunjukkan pula 'perjalanan' Tillikum dari pertama kalinya ia ditangkap di tahun 1983, aktivitas di tempat rekreasi naungan pertamanya di Sealand of the Pacific di Kanada (the site of the first 'accident', yang membuat tempat tersebut ditutup), hingga berujung menjadi crown jewel milik Sea World di Orlando, Florida. Film ini berisi interview-interview dari berbagai sumber; mulai dari whale hunters sendiri, mantan staff dari Sealand of the Pacific, hingga mantan pelatih Sea World yang juga teman dari Dawn. Jadi mengapa Sea World bersikeras untuk tidak melepas Tilikum? Ya selain untuk tidak membayar kerugian atas kematian Dawn (yang mereka tuduh bahwa kesalahan ada pada ponytail Dawn yang dikira makanan, like really?), tetapi Tillikum juga adalah aset berharga bagi mereka. Selain orca terbesar yang ada di fasilitas tersebut, tetapi ia juga adalah 'sperm bank' yang telah berhasil menghasilkan beberapa offspring.
Film ini juga memberikan fakta yang tidak berprikebinatangan tentang bagaimana para orca kecil tersebut ditangkap dan dipisahkan dari ibunya. Lewat wawancara yang begitu heartwrenching dari para penangkapnya, sudah bisa menjelaskan bahwa manusia lah seorang predator sejati. Perilaku yang kejam tak berhenti disitu, recollection dari berbagai pelatih dan staff juga menunjukkan bahwa Tillikum dan beberapa orca lainnya sempat diberikan pelayanan buruk, bagaimana mereka dilatih dengan keras, lengkap dengan hukuman tidak diberi makan jika mereka susah dilatih, hingga bagaimana mereka 'dipaksa' untuk tinggal di sebuah kontainer kecil sepanjang malam yang mengimobilisasi mereka. Melihat bagaimana seekor orcas, atau lumba-lumba hingga anjing laut yang begitu terampil dan dapat diajari berbagai macam trik, membuktikan bahwa mereka adalah binatang-binatang yang memang memiliki otak yang jauh lebih cerdas dibandingkan hewan lainnya. Yang membedakan adalah, orca mampu tumbuh hingga bermeter-meter dan beribu-ribu kilo. Tak hanya pintar, fillm ini juga menampilkan bagaimana orca juga mempunya sense of emotion dan sisi sosialisasi yang tinggi.
Film ini melempar pertanyaan penting; apakah menangkap dan mengurung orca untuk tujuan hiburan adalah sebuah hal yang baik? Blackfish memberikan argumen tentang bagaimana selama ini tidak pernah ada catatan yang menyatakan bahwa wild orca pernah menyerang manusia. Serta setelah beberapa penelitian dilakukan pun terbukti bahwa di lautan lepas, orca hidup lebih lama; sebuah fakta yang diputarbalikkan oleh petugas SeaWorld yang menyatakan bahwa orca berusia lebih panjang dalam captivity. Blackfish memang agak sedikit one-sided, karena pihak dari SeaWorld sendiri tidak mau menerima panggilan interview. Tetapi dari sisi ini, sudah begitu jelas sih penjelasan mengapa Tilikum dapat berbuat hal seperti itu. Jika SeaWorld shamelessly menuduh Dawn lah yang bersalah, Blackfish berargumen bahwa captivity selama bertahun-tahun tersebut lah yang membuat Tilikum depresi dan mungkin mulai mengalami episode psikosis. Film ini juga makin 'lengkap' dengan beberapa video amatir yang menangkap aksi-aksi agresif yang dilakukan oleh orca terhadap trainer, baik Tilikum atau yang lain. One in particular, was really freakin heartstopping; dimana seekor orca bernama Kasatka (one of Tillikum's offspring actually) tiba-tiba menggigit kaki seorang trainer dan membawanya ke dasar kolam beberapa menit, lalu membawanya ke permukaan, dan menyeretnya lagi ke dalam, layaknya mainan.
As a doc, Cowperthwaite sudah berhasil menjaga intensitas film ini dengan menjalin alur dengan baik. Tak hanya tentang Tillikum saja, tetapi tentang bagaimana para former trainer tersebut awalnya begitu excited dan senang bekerja bersama binatang-binatang laut tersebut. Ada beberapa cuplikan video-video masa-masa muda mereka saat mereka tampil di hadapan penonton, di sela-sela wawancara mereka yang sekarang telah berbalik 180 derajat untuk menentang SeaWorld. Mungkin karena kenaifan mereka atau karena mereka terlalu cinta dengan pekerjaan tersebut, mereka juga tidak pernah begitu mempertanyakan tentang asal muasal Tillikum dan sejarah kelam dibaliknya dulu. Setelah kematian Dawn, seorang senior trainer yang telah bertahun-tahun bekerja di bidangnya tersebut, para trainer mulai menyadari bahwa Tilikum dan orca-orca lain memang bukanlah binatang yang bisa ditahan. They are wild animals, they are unpredictable, they belong to be in the wild. So that makes the end scene of this doc really hits the mark, ketika mantan pelatih-pelatih Sea World tersebut menitikkan air mata sesaat mereka menyaksikan langsung para orca berenang bebas di lautan lepas.
Pada akhirnya memang muncul sebuah dilema tentang pro dan kontra dari captivity binatang-binatang laut ini. Di satu sisi, mengurung hewan tersebut dalam sebuah lingkungan artifisial dan bukan habitat aslinya memang terkesan agak kejam, tetapi di sisi lain, banyak juga keuntungannya dalam bidang pengetahuan, hiburan ataupun penelitian. Walaupun apa yang dialami oleh binatang cerdas seperti Tilikum selama 25 tahun (bayangkan, hampir dua dekade!) hidup terkekang di sebuah kolam terbatas, tanpa adanya companion, melakukan atraksi-atraksi yang begitu-begitu saja pastinya akan membuat binatang liar ini frustasi. Ya memang sih binatang tidak bisa kita samakan dengan manusia. Tetapi dengan penelitian yang menyatakan bahwa orca adalah salah satu mamalia dengan otak yang ter-advanced seperti ini, masih rasionalkah tindakan yang dilakukan kepada Tilikum dan teman-temanya? Lewat Blackfish, Gabriela Cowperthwaite telah berhasil memaparkan poin-poin kontranya dengan sajian yang begitu menegangkan sekaligus heartbreaking. Mengutip salah satu quote dari seorang pembawa berita yang tampil dalam film ini; "If you were in a bathtub for 25 years, don't you think you'd get irritated, aggravated, maybe a little psychotic?" Well...that's something to think about. ~[FRZ]
_______________________________________________________________________________
Blackfish (2013) | Documentary | United States | 83 minutes | Rated PG-13 for mature thematic elements including disturbing and violent images | Written by: Gabriela Cowperthwaite, Eli Despres, Tim Zimmermann | Directed by: Gabriela Cowperthwaite
After seeing The Cove, I no longer have any interest in going to Sea World and the like. I don't think I want to see this one, too heartbreaking.
ReplyDeleteIt is really heartbreaking :( No graphic scenes here or anything like that, but it is still sad to hear those trainers share their stories.
DeleteI love this review. As a mother of three turtles, I no longer have interest to visit animal circus and stuff like that. Although this documentary looks interesting, I don't think I have the heart to watch it...I might cry throughout the movie.
ReplyDeleteI remebered how my eyes were teary when the dog in I am a legend die but not tears at all when other human being in the story die.
Oh yes, that one scene is really sad. The death of animals sometimes can be sadder on movies, wonder why.
Deletereviewnya good :) gonna read the latest movie reviews, can be saved directly to http://www.gostrim.com happy watching :)
ReplyDelete