Saturday, April 23, 2011

Review: 12 Angry Men (1957)

Plot: Dua belas orang asing dipertemukan dan dipekerjakan dalam satu kesempatan; menjadi juri sebuah sidang pembunuhan seorang ayah dengan tersangka anak laki-lakinya sendiri. Ketika hampir seluruh fakta menunjukkan bahwa anak tersebut bersalah, salah seorang juri (Henry Fonda) masih merasa ada yang janggal dalam kasus tersebut. Ketentuan hukum untuk mendakwa seseorang bersalah atau tidak adalah adanya keputusan unanimous (bulat) dari seluruh juri, yang berarti jumlah voting harus 12 lawan 0. Ketika hanya seorang yang menyatakan bahwa anak tersebut tidak bersalah (at least belum yakin dan ada reasonable doubt dalam dirinya), jelas membuat juri-juri lainnya marah karena mereka merasa kasus dan pelakunya sudah jelas. Tetapi setelah mereka berargumen, mulailah satu-persatu sadar bahwa kasus ini tidak se-transparan yang mereka kira.

Review: Awal April lalu, dunia film kembali berduka setelah sutradara legendaris, Sidney Lumet tutup usia di umurnya yang ke-86. Lumet telah menyutradarai banyak film, terakhir di tahun 2007, Before The Devil Knows You're Dead. Dengan track-record film2nya yang menerima sejumlah nominasi Oscar, sayangnya Lumet tidak pernah memenangkan Oscar untuk Best Director. Tetapi, Academy Awards memutuskan untuk memberikannya Academy Honorary Award (semacam Lifetime Achievement) untuknya di tahun 2005. Mengutip dari wikipedia; "in recognition of his brilliant services to screenwriters, performers and the art of the motion picture". Sebagai moviegoer kacangan seperti gw ini, 12 Angry Men adalah film Lumet pertama yang gw tonton dan uniknya juga, inilah debut penyutradaraan Lumet dalam membuat film layar lebar. Sebenernya pengen menonton dan mereview Network duluan, tapi entah kenapa gak sempet-sempet, malah sempet nonton ini dulu #curcol.

Oke, kembali ke filmnya. 12 Angry Men mungkin menjadi salah satu film paling mengasyikan yang pernah gw tonton. No kidding, 12 Angry Men di-craft sedemikian rupa hingga menjadi sebuah tontonan yang intense. Bagaimana bisa sebuah film drama dengan minim jumlah set (malah hampir seluruh film hanya menggunakan satu tempat; ruang juri), hanya berisi dialog-dialog ping-pong antar karakter bisa begitu menarik? Mungkin salah satu jawabannya adalah naskah superb tulisan Reginald Rose yang diadaptasi oleh drama teater yang juga rekaannya sendiri. Keberagaman karakter dalam film ini digambarkan dengan sempurna dan somewhat, exciting. Karakter-karakter tersebut memiliki background, attitude, dan sifatnya masing-masing. Semua diberikan porsi yang pas, tidak ada yang bener-bener disorot banget (kecuali mungkin karakter Henry Fonda yang agak sedikit diberi perhatian lebih) dan gak ada yang terasa left out. Mungkin itu juga karena selain 2 karakter juri, tidak ada juri yang diberi nama. Detail-detail kasus yang satu persatu terungkap dituturkan secara menarik menjadikan semakin seru untuk diikuti dari awal hingga mencapai ending.

Dalam film ini, kita bisa melihat perubahan suasana dan karakter seiring terkuaknya beberapa-beberapa 'fakta' yang sebelumnya terlewatkan. Atmosfirnya yang makin intens, selain karena perdebatan yang kian memuncak juga karena udaranya (literally) yang makin panas, membuat para karakter juri-juri adu mulut membabi-buta dan makin keras kepala dengan pendapat dan point of view masing-masing. Pantas saja ada kata 'angry men' dalam judulnya. Siapa yang tidak tahan menghadapi ruangan tertutup, panas, membicarakan hal yang (menurut mereka) tidak penting untuk dibahas? Seiring berjalannya waktu pun, karakteristik asli para juri pun mulai terbuka. Apakah itu seorang sadist, bigot, labil, atau tidak terlalu peduli dengan tanggung jawabnya sebagai juri. Kasus yang semula sangat jelas lama-lama makin buram, ketika fakta-fakta dan pertanyaan-pertanyaan mengganggu dilontarkan oleh satu persatu juri. Dari yang awalnya hanya satu orang saja yang memiliki 'reasonable doubt', lama kelamaan, juri-juri tersebut mulai sadar bahwa fakta-fakta yang ada belum 100% akurat. Karakter juri yang diperankan Henry Fonda ini, yang mungkin saja telah menyelamatkan hidup seseorang, pernah dinominasikan sebagai karakter hero paling memorable dalam dunia perfilman Hollywood.

Menurut gw film ini juga sangat inspiratif, khususnya bagi orang-orang yang bekerja dalam bidang hukum. Dalam film ini, pilihannya ada 2, anak laki-laki itu dinyatakan tidak bersalah dan bebas, atau bersalah dan dihukum dengan charge first-degree murder. Mendakwa seseorang untuk kemudian dihukum mati adalah sebuah keputusan yang sulit, yes? I mean, itu kan sama saja memegang kuasa atas nyawa seseorang. Dalam sebuah kasus, seharusnya semua fakta nya di-cek secara menyeluruh dan bener-bener akurat. Dalam film ini, memang di permukaan terlihat jelas bahwa si anak tersebut pelakunya, tapi apakah benar begitu? Hikmah dari film ini adalah buat kita untuk tidak terlalu cepat dalam mengambil keputusan. Seorang juri ngomong dalam film ini kalo gak mungkin seseorang bisa se-positif itu. Masih ada kemungkinan-kemungkinan yang lain kalo kita gak aware. Adanya aturan unanimous vote dan istilah reasonable doubt memang menjadi sebuah privilege dalam hukum US sana (di Indo juga begitu kah?), menjadi harapan untuk orang-orang yang di-wrongfully accused, tetapi di satu sisi malah bisa saja membebaskan orang yang bersalah karena kekurangan bukti yang mungkin saja disabotase oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab.

Overview: 12 Angry Men adalah salah satu contoh masterpiece. Debut penyutradaraan Sidney Lumet ini menghadirkan sebuah sajian yang luar biasa seru dan menegangkan. Lumet yang sering gw denger dikenal sebaga 'actors director' bener-bener mengeluarkan kualitas akting para karakter-karakternya yang menjadi salah satu alasan gw betah nonton film ini dari awal, selain tentu saja naskahnya yang intriguing dan menyimpan banyak twist. Selain sebagai wake-up call yang cukup inspiratif, film ini juga dengan sukses memaksimalkan minimnya set dan hanya bertumpu dengan akting, naskah serta penyutradaraan yang sangat sangat flawless. A top-notch classic.

(*****)
12 Angry Men (1957) | Drama, Mystery | Rated: PG for Violent Themes, Brief Mild Language and Some Smoking | Cast: Henry Fonda, Martin Balsam, John Fiedler, Lee J. Cobb, E.G. Marshall, Jack Klugman, Edward Binns, Jack Warden, Joseph Sweeney, Ed Begley, George Voskovec, Robert Webber | Written by: Reginald Rose | Directed by: Sidney Lumet

5 comments:

  1. Ini memang patut masuk salah satu film terbaik, dr screenplaynya, akting dan direksinya. Ceritanya benar benar bikin hati dan otak ikut bergerak melihat dialog 12 men itu.

    ReplyDelete
  2. keren bgt! baru" ini nonton dn walau isinya hanya dialog tapi ga ngerasa bosen sama sekali. cerdas :)

    ReplyDelete
  3. Nice review! I just watched this movie due to my common interest about law and check other's review to figure out if they're on the same page with me.

    Adegan paling keren menurutku ketika Davis keluar dengan gagasan logikanya tentang ruang dan waktu di apartemen si pria tua, seems like the idea was just popping out like a lighting bulb. Kedua, waktu jury nomor 3 mengaku kalah dan mengesampingkan arogansinya, eventually.

    Untuk menambahkan review nya, esensi dari film yang aku tangkap adalah jangan cepat menyerah hanya karena prinsip kita berbeda dengan mayoritas. Ketika kita yakin sesuatu itu benar, maka pertahankanlah semaksimal mungkin.

    It just become one of my favourite movie ever since, simply badass !

    ReplyDelete