![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjpejglzkuLBX2QaTjzProVXG2sBEWvnh_5420Oar60jLHtaE_8HEiZ-B7rpLwcLCOzXWQHE3yogTuQp5dNEBOhXbw4jbvfTTnMO5CUBMwXG7HPrx_yL0tXn3OmgCQTYj6F76TpmWwRaXE/s640/howl2.jpg)
Review: Allen Ginsberg dikatakan sebagai salah satu tokoh sentral 'Beat Generation', sekelompok penulis yang berkarya setelah Perang Dunia ke-2. Karya-karya mereka lebih merujuk kepada drugs, sexual issues atau anti-materialisme, at least itu apa yang gw tahu dari wikipedia. Dari situlah mengapa karya-karya mereka sering dihujat karena bahasa yang dipakai terlalu kasar. Tetapi dari fenomena tersebutlah (katanya) lahir sebuah gerakan yang disebut 'San Francisco Renaissance' dan (katanya lagi) ikut berperan dalam membentuk hippie culture. Jujur, gw tidak begitu mengerti sepenuhnya apa yang sebenernya dimetaforakan oleh Allen Ginsberg dalam puisi yang menghebohkan itu. Puisi yang eksplisit itu mengacu pada sindiran kepada orang-orang ataupun sesuatu disekililingnya. Tetapi menyaksikan film ini sepertinya tidak perlu tahu mengenai arti keseluruhan puisi tersebut, karena kayaknya bukan itu yang hendak diangkat menurut gw.
Kalo dalam puisi Howl, Allen memecahnya ke dalam 4 bagian, film ini dibagi oleh penulis naskah slash sutradara Rob Epstein dan Jeffrey Friedman menjadi 3 segmen dan dituang secara bergantian. Segmen pertama adalah adegan dimana terlihat Allen Ginsberg menceritakan tentang dirinya. Seperti kehidupannya, keluarganya, tentang orientasi seksualnya, betapa ia sulit mencari cinta akibat dirinya gay, atau mengenai puisi Howl sendiri. Dalam segmen ini terselip juga rentetan pengalaman hidupnya yang ia narasikan. Disinilah yang membuat gw menyatakan Howl itu filmnya Franco, dimana ia lah yang memiliki andil besar dalam mengarahkan film ini. Lalu segmen kedua adalah pembacaan puisi Howl yang fenomenal itu oleh Allen Ginsberg. Ginsberg (Franco) awalnya membacakannya di sebuah pub di kerumunan orang-orang, kemudian scene berpindah ke sekumpulan montage animasi yang menggambarkan puisi Howl sendiri. Sama eksplisitnya dengan puisinya, animasinya pun dipenuhi dengan gambar-gambar yang cukup vulgar.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhBl66Ng1mrgDUnKut9LAe_x6ryKPIG0knsommuRQRs2t5WkjzrIbed1_VJl8zWzWmbue6V3zkGQ3FFRa4apOhNsWswRek3C3sVmmiYssbYn47a9BF880p1ihM3_s08MJm4VGYsBGxHv1M/s640/howl3.jpg)
Rob Epstein dan Jeffrey Friedman membuat film ini dengan timeline yang loncat-loncat, antara tahun 1955, sebelumnya (perjalanan hidup Ginsberg), hingga 1957 dimana diadakan persidangan diatas. Film ini juga dibuat setengahnya seperti film dokumenter, karena sebagian sepertinya memang diambil dari rekaman-rekaman asli. Adegan wawancara dengan karakter Allen Ginsberg juga terlihat seperti beneran. Pemakaian frame hitam-putih dengan kualitas yang 50s banget membuat aura era tersebut jadi bener-bener terasa, ditambah dengan properti dan kostumnya. Walaupun sebenernya tidak begitu menjadi hal yang menonjol juga mengingat setting film ini tidak begitu banyak. Tetapi dalam menangkap atmosfir dekade tersebut, sepertinya bisa dibilang sukses-sukses aja.
Dalam divisi akting, jelas nama James Franco lah yang berbicara banyak. Ketika Franco (sangat) gagal membawakan acara Oscar awal tahun lalu, semua orang bisa saja menghujatnya besar-besaran. Dibuat kesal, sebagian orang mengatakan bahwa Franco bisa saja menjadi host Oscar terburuk sepanjang masa. Tetapi ketika kita menilik penampilan akting dalam film-filmnya akhir-akhir ini, sulit rasanya membayangkan bahwa seorang yang sangat membosankan dan terlihat teler di panggung Oscar kemaren dapat membawakan performa yang oke punya dalam Howl ataupun 127 Hours yang memberikannya nominasi Oscar. Seperti halnya 127 Hours, Howl adalah film milik Franco. Bedanya, dalam Howl masih terdapat banyak pemeran pembantu yang turut menyumbangkan akting mereka. Misalnya saja seperti John Hamm yang sepertinya masih bermain aman karena masih terasa aura Mad Men dalam penampilannya, tetapi masih terlihat berwibawa. Lalu ada David Strathairn, Bob Balaban dan Jeff Daniels yang ikut mencuri perhatian.
Overview: Howl memang menjadi sebuah 'lolongan' milik Allen Ginsberg. Film ini diisi oleh animasi yang diadaptasi dari puisi yang berjudul sama dengan film ini lalu ada wawancara dengan Ginsberg mengenai perjalanan hidupnya, pribadinya hingga bagaimana ia melihat dunia hingga lolongan lanjutan yang diakibatkan oleh kontroversialnya penerbitan buku Howl and Other Poems. Sebagai sebuah film seutuhnya, menurut gw Howl masih kurang maksimal. Enggak, film ini gak jelek. Tapi rasanya dengan sebuah pesan mengenai definisi "art" yang poignant dan terangkum sempurna dalam adegan-adegan persidangan, ditambah dengan kualitas James Franco yang bener-bener membuktikan dirinya sebagai aktor yang sangat mumpuni, Howl sepertinya masih bisa dibuat lebih baik lagi atau dieksplor lebih dalam lagi. Baik dalam kehidupan Ginsberg sendiri, maupun dampak dari puisi Howl tersebut. Kekecewaan gw semata-mata bukan gara-gara film ini jelek, tapi karena kerakusan gw untuk meminta lagi, lol. Nevertheless, Howl masih bisa disaksikan serta diserapi sebagai sebuah tontonan yang membuka mata.
Howl (2010) | Biography, Drama | Rated R for strong sexual content including language and images, and for some drug | Cast: James Franco, Jon Hamm, David Strathairn, Alessandro Nivola, Mary-Louise Parker, Bob Balaban, Jeff Daniels | Written and directed by: Rob Epstein & Jeffrey Friedman
No comments:
Post a Comment