Saturday, June 2, 2012

Review: One Flew Over the Cuckoo's Nest (1975)

Plot: Seorang terdakwa kasus statutory rape yang memiliki karakter keras, Randle McMurphy (Jack Nicholson) dimasukkan ke dalam sebuah rumah sakit jiwa untuk di-evaluasi, untuk mengetahui apakah tingkah lakunya hanyalah pura-pura semata atau tidak. Pada awalnya McMurphy tidak begitu betah dengan kehidupan ketat dan monoton dalam institusi tersebut, tetapi kemudian ia malah menjadi pemimpin para pasien-pasien dalam RSJ tersebut untuk memberontak melawan suster kepala otoriter Mildred Ratched (Louise Fletcher).

Review: As some of you most probably have known, One Flew Over the Cuckoo's Nest adalah film klasik yang menjadi satu dari hanya 3 film dalah sejarah Academy Awards yang berhasil merebut 5 besar penghargaan Academy Awards; Best Picture, Best Director (Miloš Forman), Best Screenplay (Lawrence Hauben dan Bo Goldman), Best Actor (Jack Nicholson) serta Best Actress (Louise Fletcher). The other 2 were It Happened One Night (1934) and The Silence of the Lambs (1992). Lawrence Hauben dan Bo Goldman menulis screenplay film ini berdasarkan sebuah novel berjudul sama karangan Ken Kesey. Film ini mungkin yang meng-ketapel-kan reputasi sutradara asal Czechoslovakia, Miloš Forman, di Amerika. Walaupun Forman sendiri sudah memiliki 'nama' berkat 2 film awalnya mendapat nominasi Best Foreign Language Film Oscar serta film US pertama nya mendapat Grand Pix pada Cannes Film Festival. Seperti yang sudah saya tulis di atas, One Flew Over the Cuckoo's Nest sendiri bercerita tentang seorang Randle McMurphy yang entah memang benar-benar gila atau untuk menghindari penjara, masuk ke dalam rumah sakit jiwa untuk di evaluasi. Di dalam RSJ tersebut, McMurphy bertemu dengan sejumlah orang-orang dengan karakter dan masalah yang berbeda-beda. McMurphy kemudian menyadari bahwa para pasien tersebut kurang begitu dihargai yang mungkin menjadikan mereka tidak mampu 'menyembuhkan' masalah yang mereka hadapi. Baru lah kemudian McMurphy mencoba untuk 'membuka mata' pasien-pasien tersebut.

I think this film is more than just about an asylum full of lunatics. Yang saya tangkep, film ini memiliki nilai yang lebih universal dibandingkan hanya untuk (sori) orang-orang dengan mental yang terganggu saja. Dalam film ini, kita melihat kehidupan dalam rumah sakit jiwa yang bisa dibilang cukup monoton dan mungkin sedikit terintimidasi oleh atmosfir yang mirip penjara serta  perawat hingga petugas keamanan yang mengawasi mereka setiap waktu. Ya, mereka memang orang-orang yang memiliki masalah. But it doesn't hurt to treat them like 'common people' too once in a while. Memang berat menghadapi beberapa dari mereka. Tapi terkadang yang mereka inginkan adalah sedikit rasa percaya diri, diperhatikan bahkan diakui. McMurphy melihat bahwa pasien-pasien di dalam ini sebenarnya tidak 'gila-gila banget', sebagian malah dengan sukarela masuk institusi tersebut. Makanya mungkin itu yang membuat ia heran bahwa mengapa perawat terkadang menganggap mereka seperti anak kecil. McMurphy akhirnya seperti menjadi seorang leader dan panutan bagi pasien-pasien disitu, bahkan memberikan mereka inspirasi dan harapan (check the ending, you'll know what I mean). That being said, saya juga tidak 100% setuju dengan ideologi yang 'dianut' oleh McMurphy. We all need rules in life. Gak selamanya harus berontak sana-sini. Nah, disini lah role seorang caretaker masuk. Sesuai namanya, sebagai caretaker mereka harusnya memberikan perhatian dan bantuan seperlunya. Tidak otoriter ataupun tidak masa bodo. Memang dilematis kalau menilai dari film ini. Tidak ada yang benar-benar antagonis, yang ada harusnya menyeimbangkan setiap aspek supaya menghasilkan win-win solution. Ya kan?

Keberhasilan film ini yang saya perlu garisbawahi mungkin sebagian besar karena permainan apik para bintang nya. Jack Nicholson yang, to be honest, terkadang agak mengganggu saya, bermain dengan begitu gemilang disini. Probably, the best performance of him I've ever seen so far. Kita melihat dirinya dari yang calm, rebellious, caring hingga pyschotic. Nicholson memberikan banyak ekspresi yang begitu meyakinkan dalam film ini. Nicholson yang berperan sebagai Randle McMurphy mungkin akan terlihat sebagai seorang selengean dan susah bagi saya untuk bersimpati dengannya. Tetapi seiring berjalannya waktu, bond antara McMurphy dan pasien-pasien RSJ tersebut terlihat begitu honest dan sense of leadership yang dipancarkan oleh Nicholson sebagai McMurphy semakin terlihat karismatik. Hingga salah satu accident di penghujung film yang memperlihatkan bagaimana sebenarnya ia peduli dengan 'teman-temannya' di RSJ tersebut, walaupun di-ekpresikan dengan ekstrim. Louise Fletcher, on the other hand, I think really needed more screen time. Walaupun dengan screen time yang tidak terlalu banyak tersebut Fletcher yang berperan sebagai suster kepala Mildred Ratched, mampu memberikan kesan dingin yang kentara. Jangan lupakan pula sejumlah peran pendukung yang juga memberikan permainan yang benar-benar 'gila'; William Redfield (sebagai Harding), Will Sampson ('Chief'), Brad Dourif (Bibbit -meraih nomasi Best Supporting Actor Oscar), Sydney Lassick (Cheswick), Danny DeVito (Martini) hingga Christopher Lloyd (Taber).

Overview: I know now why this film is considered one of the best ones and won so many awards. One Flew Over the Cuckoo's Nest memiliki sebuah pesan yang cukup universal. Banyak momen yang bagi saya sangat inspiring dan mudah dinikmati. Walaupun ending nya tidak saya duga sebelumnya, tetapi menjadi sebuah kejutan yang cukup..well, mengharukan. Dengan performa dari tiap aktor yang begitu baik memainkan perannya, film ini jadi terasa begitu realistik dan menyentuh. This film flew way way over the cuckoo's nest and went straight to everybody's heart, at least mine.

(Click image to see Rating's Guide)
One Flew Over the Cuckoo's Nest (1975) | Drama | Cast: Jack Nicholson, Louise Fletcher, William Redfield, Will Sampson, Brad Dourif, Sydney Lassick, Danny Christopher Lloyd | Sreenplay by: Lawrence Hauben dan Bo Goldman | Directed by: Miloš Forman

6 comments:

  1. hmm, gw juga pernah nonton film ini beberapa waktu yg lalu. IMHO, entah kenapa gw kurang bisa nangkep pesan moral dari film ini ya. In another word, gw sendiri baru bisa nangkep filosofi film ini setelah memikirkan ulang (atau konotasinya, "mendramatisir") isi film tersebut. kalo gw sih melihat film ini tidak membuat penonton dgn mudah bisa menangkap apa pesan yg ingin disampaikan. ya, gw setuju bgt kalo film ini berbicara dgn bahasa yg sangat universal. tapi, ya itu, menurut gw seharusnya "One Flew Over The Cuckoo's Nest" bisa menampilkannya secara lebih 'grande', karena kalo tidak, maka jatohnya film ini dinilai hanya membicarakan ttg lunatics saja. IMHO, lho :)

    btw, salam kenal ya. I periodically visit your blog because I find it interesting. kalo sudi main ke blog saya juga (halah), dipersilahkan :) meonthemovie.blogspot.com. Tapi postnya masih (sangat) sedikit. Baru soalnya. Haha.

    ReplyDelete
  2. Hehe mungkin saya dari awal udah mendramatisir filmnya ya jadi langsung nangkep haha tapi IMHO juga, menurut saya kalo ditampilkan secara lebih grande gitu mungkin juga bakal jadi lebih preachy. Kalo menurut saya sih udah pas karena secara sekilas kita diperlihatkan hanya lunatics saja, tapi pesannya tersirat supaya kesannya gak 'menggurui' hehe hanya opini saya sih :)

    salam kenal juga! thank you sudah visit, and your blog is great too!

    ReplyDelete
  3. waa thanks ya bro udah di-linkback haha

    ReplyDelete
  4. Diperlakukan normal memang yang terbaik

    ReplyDelete
  5. Saya belum paham sama ending ceritanya, bisa dijelaskan ga...?

    ReplyDelete