Monday, July 2, 2012

Review: 25th Hour (2002)

Plot: Hari ini adalah hari terakhir Monty Brogan (Edward Norton) bisa menghirup udara bebas, sebelum dirinya dijebloskan ke dalam penjara selama 7 tahun akibat perdagangan narkoba. Monty memutuskan untuk menghabiskannya bersama pacaranya, Naturelle (Rosario Dawson), ayahnya (Brian Cox) dan dua sahabat masa kecilnya, Jacob (Phillip Seymour Hoffman) dan Frank (Barry Pepper) berkumpul untuk yang terakhir kalinya.

Review: 25th Hour adalah satu dari sekian banyak film yang diadaptasi dari novel. Kali ini giliran novel milik David Benioff yang diadaptasi menjadi film layar lebar. Benioff sendiri menulis pula skrip untuk film ini. Dibintangi oleh Edward Norton, 25th Hour disutradarai oleh Spike Lee. Spike Lee mungkin dikenal oleh beberapa moviegoer sebagai sutradara dengan isu politik dan rasisme yang kental dalam film-filmnya. Saya sendiri baru pernah menonton filmnya berjudul Inside Man (2006) yang lumayan menghibur itu. 25th Hour bercerita dimana yang menurut saya adalah fase antara geregetan dan ikhlas. Hanya tinggal 24 jam lagi sebelum Monty akan masuk penjara selama 7 tahun karena ia tertangkap basah menyimpan narkoba di dalam apartemennya. Seven years is just too long for a jail time. Dan bukan 'merendahkan' drug dealer, tetapi rasanya sepele aja kalo masuk penjara karena drugs. Lebih ke stupid decision. Film ini gak begitu condong bercerita ketika Monty jadi dealer, ataupun penangkapan serta pengadilannya. Gak pula tentang hari-hari awal Monty masuk hotel prodeo tersebut. Makanya itu menurut saya tentang fase antara geregetan sama ikhlas tadi. Tingga H-1, mau ngapain lagi ya Monty? Ia akhirnya memutuskan untuk menghabiskannya bersama sang pacar, ayahnya hingga dua sahabat masa kecilnya yang sudah lama tak ia temui. Dari situ lah Monty ingin 'membereskan' masalah atau pun sekedar mengucapkan selamat tinggal. 

Yang saya suka dari penggambaran karakter Monty di film ini adalah bahwa ia bukanlah orang yang dibuat untuk kita benci ataupun untuk kita kasihani. He's just a normal guy who made a big mistake and now he's going to pay for it. Walaupun dalam film ini sepertinya masuk penjara adalah neraka dunia, tetapi film ini tidak menggembar-gemborkan hal tersebut. Tidak ada tangisan atau amarah meledak (except a minimal amount of scenes, still not really that extreme), hanya ada kesunyian yang menutupi perasaan Monty dan orang-orang terdekatnya. Ada satu adegan dimana Monty bermonolog tentang amarahnya terhadap semua golongan yang ia temui di kotanya, dan menjadikan mereka sebagai alasan mengapa ia berada di posisinya sekarang. At first I thought it was really really racist. Semua etnik dan agama sepertinya tidak ada yang luput dari caci maki Monty. Tetapi ia menutupnya dengan sebuah konklusi bahwa hanya dirinya lah yang harus disalahkan. Ia lah yang membuat dirinya terjerumus ke dalam keadaan tersebut, bukan orang lain. Tak perlu dan tidak ada gunanya menyalahkan orang lain, apalagi orang-orang terdekatnya atau orang yang telah berkhianat padanya. At the end of the day, it's his fault anyway. Selain hal tersebut, disini juga ada beberapa isu yang dibahas  Misalnya seperti bagaimana orang-orang terdekat Monty akan bersikap pada malam terakhirnya tersebut, should they be sad or happy? Atau bagaimana penjara itu bisa merubah seseorang selamanya. Frank dan Jacob sempat berbincang bahwa Marty hanya memilki 2 pilihan, mati dalam penjara atau keluar tetapi tidak menjadi Marty yang mereka kenal sebelumnya. Lalu dibahas pula fakta bahwa orang-orang terdekat Monty sebenarnya tahu tentang 'side job' Monty tetapi tidak pernah memiliki masalah terhadap itu, asal mereka hidup tenang dan financially secured kan? It's all fun until someone's gotta go to jail :s

25th Hour jelas adalah sebuah film yang depressing. It's not an easy film to follow, moreover, it's 2 hours long. Film ini memang memiliki poin yang menurut saya lumayan menarik dibahas, tetapi ada beberapa hal yang cukup mengganjal dari film ini, tapi kayaknya kalo melihat secara keseluruhan gak begitu major banget sih. Pertama, apa karena ada beberapa bagian di skrip nya yang menurut saya bertele-tele atau penggambaran karakter secondary-nya (plus masalah-masalah mereka) yang sepertinya tidak begitu tersinkron dengan baik. 25th Hour sebenernya memiliki banyak kesempatan untuk menjadikan filmnya lebih dalam lagi. Misalnya saja seperti sohib-sohib Monty; Frank, seorang broker arogan dan Jacob yang memiliki crush terhadap muridnya, Mary (Anna Paquin). Mereka masing-masing memiliki pribadi dan sub-story yang sepertinya cukup bagus untuk lebih di-eksplor. Tetapi sayangnya, Lee dan Benioff seakan hanya mengambil secuil saja dari kesempatan tersebut. Dari penceritaan karakter-karakternya yang seperti itu, saya jadi kurang merasa ada koneksi di antara mereka. Malah kalau mereka mencoba untuk memperlihatkannya, terasa agak dipaksakan. Makanya saya gak begitu ngerasa tersentuh oleh beberapa adegan di ending. Padahal menurut saya aktor-aktor disini memiliki potensi yang baik lho, terutama Phillip Seymour Hoffman dan Edward Norton yang dua-duanya bermain dengan baik. Lee juga sepertinya bermain lewat beberapa editing dan shot yang agak tidak biasa, walaupun gak luar biasa juga. Menurut saya sih agak annoying, but it's not really that often.

Overview: It's actually a good film. It raised some thought-provoking issues but unfortunately were not thoroughly explored. Saya suka film ini tidak begitu lebay menggarisbawahi 'pesan moral' yang ada di dalamnya. Film ini memang depressing dan kadang tidak begitu jelas mau dibawa kemana arahnya. Bagi saya film ini masih antiklimaks, mungkin karena masalah saya terhadap chemistry yang tidak begitu baik tertuang di skripnya. Tapi entah kenapa saya bisa merasakan adanya kejujuran dari kesederhanaan film ini. Great cast and good story. That's enough for me to like it.


25th Hour (2002) | Crime, Drama | Rated R for strong language and some violence | Cast: Edward Norton, Phillip Seymour Hoffman, Barry Pepper, Rosario Dawson, Anna Paquin, Brian Cox | Screenplay by: David Benioff | Directed by: Spike Lee

No comments:

Post a Comment