Plot: Demo besar-besaran terjadi di depan gedung kedutaan Amerika Serikat di Iran pada tanggal 4 November 1979, setelah pemimpin yang menyengsarakan mereka melarikan diri ke dan 'dilindungi' di Amerika. Sejumlah 6 orang pegawai kedutaan Amerika Serikat untungnya dapat melarikan diri sebelum tertangkap. Mereka menemukan shelter di rumah milik duta besar Kanada disana. Tony Mendez (Ben Affleck), seorang agen CIA pun mengajukan sebuah ide untuk membuat film sci-fi palsu yang memiliki setting di Iran dan menyamarkan orang-orang yang terperangkap tersebut sebagai kru film.
Review: Saya mengenal nama Ben Affleck pertama kali adalah ketika ia terpilih menjadi titular character untuk film Daredevil di tahun 2003. Tidak pernah menyangka dulu bahwa aktor ini akan menyutradarai film, dan mendapatkan pujian bertubi-tubi lewat karyanya. Argo adalah film ketiganya yang ia sutradarai setelah Gone Baby Gone (2007) dan The Town (2010). Pengalamannya di balik layar tak bermula dari situ, Affleck bersama rekannya Matt Damon pernah memenangkan piala Oscar berkat naskah Good Will Hunting (1997) yang mereka tulis bersama. Tahun 2012 ini, Affleck sepertinya mulai memiliki nama tersendiri sebagai sutradara, buzz-nya untuk mendapat Best Director dalam perhelatan Oscar pun sudah santer terdengar, bahkan kemungkinan besar menjadi kenyataan. Argo sendiri diangkat dari sebuah kisah nyata tentang misi penyelamatan 6 orang karyawan yang bekerja di kedutaan Amerika Serikat di Iran, saat masa-masa revolusi Iran yang menuntut Amerika mengembalikan pemimpin mereka yang membuat mereka sengsara. Keenam orang tersebut berhasil kabur dan mengungsi ke tempat tinggal duta Kanada, Ken Taylor (Victor Graber) ketika para pendemo di depan kedutaan Amerika Serikat berhasil masuk dan menyandera seluruh karyawan lainnya.
Ben Affleck juga turut berperan dalam film ini, sebagai Tony Mendez, agen CIA yang ditunjuk untuk turut mencari cara mengeluarkan keenam orang tersebut. Mendez dan supervisornya, Jack O'Donnell (Bryan Cranston) pun menyadari bahwa kaburnya 6 orang ini adalah sebuah hal yang dirahasiakan, maka misi penyelamatannya pun juga tidak bisa sembarangan. Mendez tiba-tiba mendapat ide untuk memproduksi film palsu dan menjadikan para refugees tersebut sebagai kru film. Naskah yang dipilih adalah Argo, sebuah film sci-fi yang bersetting di Timur Tengah. Sounds strange, no? But it actually was based on a (amazingly) true event. One of the things I like about this film is that there's no room for bulls#!t. I mean, Argo itu filmnya straight to the point. Gak dipenuhi sama dialog-dialog historis yang membosankan, karena memang bukan itu intinya. Argo memang membawa kita ke dalam sebuah misi penyelamatan yang, mau tidak mau, harus dilakukan under the radar dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Hasilnya a silent chaos, and a very gripping one at that. Seperti yang dijelaskan dalam film ini, apa yang mereka lakukan bukanlah sebuah ide yang make sense awalnya. Dan resiko ketahuannya tidak hanya membahayakan para korban, tetapi mempermalukan Amerika juga. "There are only bad options, it's about finding the best one", jelas karakter Tony Mendez untuk meyakinkan CIA melampu-hijaukan misi tersebut.
Karena ini diangkat dari kisah nyata, mungkin endingnya juga bukan sebuah rahasia lagi. Tetapi walaupun saya sudah tahu akhirnya, tetap saja menit-menit terakhir film ini mampu membuat saya menahan nafas. Bukan hanya menit-menit terakhir sih, sepanjang film banyak adegan-adegan yang bikin deg-degan. Adegan pembuka ketika terjadi demo di luar gedung embassy, for instance. Suasana ricuh sekaligus bingung, panik serta pasrah pun tercampur menjadi satu. Atau ketika sekelompok 'bule' tersebut di dalam van dan harus melintasi jalanan penuh dengan pendemo. Salah gerak dikit udah dilempar batu mungkin. Jangan khawatir juga buat kamu yang tidak familiar dengan kejadian yang menjadi dasar film ini. Di awal film akan ada sebuah montage yang menjadi semacam history recap tentang peristiwa yang menyulut demo anti Amerika tersebut. Lewat Argo ini, bagi saya Affleck sepertinya sudah berhasil mengasah keahliannya dalam menyajikan film yang begitu rapi dan mendebarkan. Kudos juga untuk Chris Terrio yang telah mengadaptasi sebuah artikel menjadi script yang luar biasa tight dan terstruktur rapi. Tak hanya itu, sisi teknisnya juga tidak kalah jempolan. Coba perhatikan baju dan tata rias para aktor. Can't help but cringe, actually. Tapi memang begitu sih style tahun segitu.
Mungkin beberapa orang akan protes terhadap penggambaran karakter masyarakat Iran yang diperlihatkan 'kejam'. Tetapi untungnya Affleck juga menyelipkan beberapa hal yang mampu menetralisir anggapan tersebut. Lewat prolog di awal tadi misalnya yang menceritakan bahwa Amerika lah yang menjadi biang masalah terpuruknya warga Iran dalam periode tersebut, atau lewat karakter Sahar (Sheila Vand), housekeeper keluarga Ken Taylor, serta sebuah scene yang memuat 'fake shootings'. Ngomong-ngomong masalah selip-selipan, Chris Terrio juga berhasil menyelipkan beberapa tidbits tentang filmmaking di Hollywood. Di film ini, Mendez meminta bantuan seorang make-up artist, John Chambers (John Goodman) dan produser Lester Siegel (Alan Arkin) untuk membantunya membuat 'Argo'. Lewat inside jokes ("You're worried about the Ayatollah, try the WGA" atau "Ar-go fuck yourself!", lolz) dan beberapa trivia tersebut, film ini memiliki tambahan charm yang juga memikat. Dibalik beberapa isu yang disinggung, Terrio juga tak lupa memberikan sebuah sisi emosional lewat peran Tony Mendez sendiri. Sesosok unsung hero yang ingin memperbaiki hubungan dengan anaknya.
Overview: Argo will put you at the edge of your seat. Neat editing, great directing, tight dialogues with a heart-pumping music too, Argo transforms into an enthralling escape adventure. Ini adalah salah satu bukti bahwa film sejarah yang biasanya terlalu heavily political bisa dirancang menjadi sebuah film yang seru dan mendebarkan. Dua jam menonton film ini hampir sama sekali tidak terasa saking serunya. Ben Affleck kembali menunjukkan bakatnya duduk di kursi sutradara yang semakin kesini semakin bersinar. Naskah garapan Chris Terrio juga memiliki andil mensukseskan film ini, lewat dialog dan adegan yang disusun dengan rapi serta sentuhan witty di dalamnya. Deretan pemeran pendukung (beserta kostum dan make-up yang so convicing for that decade) juga turut memeriahkan salah satu film yang terbaik tahun ini. Well, Ar....go fu*k yourself!
argh ini nonton di mana? >.<
ReplyDeleteDownload :) tapi masih WebRip sih hehe
Deletehaha. have just watched it yesterday (and reviewed it) and i am one of those who see that the film (softly) put Iran as an enemy. Gw berharap film ini akan ditutup dengan sedikit kejelasan dari pihak AS tentang pemberian suaka kepada Reza Pahlevi (or it did? or I downloaded the wrong link? :D) tapi justru diisi dengan penggambaran hubungan AS dan Kanada sebagai kerjasama dua negara yang patut dicontoh. kesannya "Argo" jadi pencitraan pemerintah mereka. haha. imho.
Deletekayaknya Amerika melindungi Reza Pahlevi karena memang mereka dalang kenapa Pahlevi bisa jadi pemimpin haha iya dari awal Argo kayaknya emang dibuat untuk menunjukkan kehebatan CIA US haha tapi a great movie is a great movie.. setidaknya Affleck jg nunjukkin US itu gak selalu 'saint' (pas adegan mukul orang Iran di Amerika, dll)
Deletemasih yg webrip ya Riz torrentnya?
ReplyDeleteane mau donlot ini tapi ane pikir2..nunggu yg agak bagusan dikit kluar deh...walhasil, malah donlot LOTR:Return of The King extended version dah ^^
so, menurut lo layakkah Affleck 'mungkin' menang best director lewat film ini?
(mengingat Bigelow&Spielberg chance-nya lebih kecil karna udah menang)
Iya, masih yg webrip (+ada hardsub chinese) hahaha tapi yaah lumayan kok kualitasnya...
DeleteLayak kok dia menang, tapi kompetisi nya taun ini agak berat; Spielberg, Bigelow sama Ang Lee. Semua film mereka juga menurut saya bagus (blm nntn ZDT). Blom kalo Tarantino mulai naik nanti. But we'll see... :)