Wednesday, January 2, 2013

Review: Lincoln (2012)

Plot: Film ini akan berfokus pada beberapa bulan terakhir hidupnya serta usaha presiden Amerika Serikat, Abraham Lincoln (Daniel Day-Lewis) untuk mensahkan amandemen anti-perbudakan di tengah Perang Sipil yang telah memakan banyak korban.

Review: Tahun 2012 lalu (hehe padahal baru kemarin kita melewatinya), sepertinya ada nama 2 orang presiden Amerika yang paling sering beredar. Pertama, tentunya Barack Obama yang telah sukses meraih posisi no.1 di dunia tersebut untuk 4 tahun lagi. Yang kedua adalah Abraham Lincoln. Salah satu presiden Amerika paling legendaris ini hadir di tak hanya satu film major release, tapi dua. Sebelumnya lewat twist horror vampire di Abraham Lincoln: Vampire Hunter yang rilis musim panas silam, lalu di 'awards season' ini lewat Lincoln, drama epik karya sutradara yang tak kalah legendaris, Steven Spielberg. Perlu saya beri perkenalan lagi untuk Spielberg? Sepertinya tidak. Spielberg sudah memiliki niat memfilmkan Abraham Lincoln jauh sejak tahun 1999, ketika Doris Kearns Goodwin hendak menulis buku biografi Team of Rivals: The Political Genius of Abraham Lincoln. Lewat banyak gonta-ganti onderdil aka penulis script (yang kemudian naskah akhir ditulis oleh Tony Kushner) serta pemeran sang Presiden sendiri, Lincoln akhirnya dapat terealisasikan tahun 2012 ini. Lincoln versi Spielberg ini akan berfokus pada bulan Januari 1865, 2 bulan setelah Lincoln (sama seperti Obama tahun ini) dipilih kembali sebagai Presiden dalam periode ke-2. Pada saat itu lah Lincoln berusaha untuk membuat undang-undang anti perbudakan dapat disahkan. 

Usaha Lincoln tersebut tidak seperti membalik telapak tangan. Bahkan bertahun-tahun sesudahnya, negara tersebut (and also the rest of the world) masih saja sering bermasalah dengan rasisme. Menjadi sebuah keresahan bagi Lincoln ketika ia sadar bahwa perjuangannya membela hak kulit hitam pada saat itu telah mengorbankan banyak nyawa, lewat Perang Sipil antara bagian North dan South dari United States dan telah berlangsung 4 tahun lamanya. Kekhawatiran Lincoln adalah apakah setelah perang sipil berakhir, nasib para masyarakat kulit hitam di Amerika akan lebih baik? Lewat Lincoln, kita lihat bagaimana siasat dan rencana Lincoln agar amandemen tersebut dapat menjadi hal yang konkrit. Mulai dari meyakinkan para senator hingga mencoba "membeli" dukungan. Not so illegal, though. Lincoln, lewat perantara Secretary of State William H. Seward (David Strathairn) menugaskan William Bilbo (James Spader), Colonel Robert Latham (John Hawkes) dan Richard Shell (Tim Blake Nelson) untuk berusaha mempengaruhi orang-orang dari partai Demokrat yang agak 'labil' untuk mensahkan amandemen tersebut. Dari pekerjaan tiga orang ini lah yang menambah sisi humor dalam Lincoln. Melihat cara-cara mereka berusaha meyakinkan Demokrat menjadi hiburan tersendiri.

Film ini juga sepertinya ingin mengangkat sisi humanis dalam diri Lincoln. Lincoln membela hak kulit hitam? Bukankah itu sudah jadi pengetahuan umum? Lewat Lincoln kita melihat beliau selain menjadi kepala negara, tetapi juga sebagai seorang ahli taktik, seorang suami dan seorang ayah. Lincoln, sebagai seorang manusia, juga tak luput dari kesalahan serta bantuan dari orang-orang di sekelilingnya. Walaupun bukan semata-mata usaha Lincoln semata, tetapi lewat kharisma dan kepemimpinannya lah yang menjadikan usaha tersebut menjadi nyata. Dan Daniel Day-Lewis betul-betul menjiwai perannya sebagai bapak Presiden dengan begitu baik. Calm, humble, sometimes cold and above else, charismatic. Kita akan melihat bagaimana hubungan Lincoln dan istrinya, First Lady Mary Todd yang diperankan oleh Sally Field. Hubungan mereka terasa agak renggang setelah kematian salah seorang putranya. Dan Field buat saya adalah calon kuat lawan Anne Hathaway untuk meraih Best Supporting Actress nanti lewat permainan emosi nya yang begitu meyakinkan. Kita juga melihat kontras antara bagaimana Lincoln bersama anak sulungnya Robert (Joseph Gordon Levitt) yang terkesan agak kurang harmonis karena Lincoln menentang Robert ikut dalam perang serta hubungan erat Lincoln dengan anak bungsunya yang terlihat terlalu dependent dengan sang ayah.

Tetapi yang menjadi salah satu delight bagi saya adalah scene-scene debat antara Republicans dan Democratic. Saya sebenarnya agak bingung mengapa sebagian besar Democratic menjunjung tinggi slavery. Not so democratic, right? Haha I'm not familiar with politic, let alone American's, so I won't comment on that much further. Agak pusing juga sih karena ada beberap istilah-istilah yang rasanya kurang begitu saya pahami. But it's okay. Ada Thaddeus Stevens (diperankan dengan sangat baik dan emosional oleh Tommy Lee Jones), yang memimpin partai Republik, serta Demokrat dikomandoi oleh George Pendleton (Peter McRobbie) dan Fernando Wood (Lee Pace) dengan komentar-komentar rasisnya. Debat-debat tersebut terasa intense, sometimes hilariously sarcastic, moving hingga mencapai klimaks historis yang bikin merinding. Spielberg memang tidak akan pernah main-main dengan visual dalam film-filmnya. Setiap detil teknis sepertinya begitu diperhatikan olehnya. Spielberg juga lagi-lagi membawa rekan-rekan yang sudah sering bekerja sama dengannya dalam film ini. Setiap gambar yang ditangkap kamera begitu cantik diarahkan oleh Janusz Kaminski. Mungkin salah satu cinematography tercantik untuk tahun ini (and with the natural light!). Alunan musik juga dengan syahdu diarahkan oleh John Williams serta Michael Kahn dalam meja editing. 

Overview: Film-film seperti ini sudah menjadi sebuah langganan setiap akhir tahun, dengan alasan untuk meraih banyak penghargaan. Tak sedikit yang hasilnya terlalu 'manufactured' dan jatuhnya flat. Tidak bagi Lincoln. Steven Spielberg seakan membalas semua kritik yang ditujukan pada War Horse tahun lalu lewat film tentang potret salah satu presiden terbaik Amerika Serikat yang begitu menarik ini. Semua detail yang ada benar-benar diperhatikan. Gambar cantik, cerita terjalin baik, editing rapi, musik yang menawan. Ditambahkan dengan ensemble cast (notice how many actors I mentioned above?) yang bermain saling melengkapi, terutama Day-Lewis, Field dan Jones sebagai stand-outs. Sebuah film epik yang inspiratif dan bagi saya salah satu film terbaik Spielberg dekade ini. 

Lincoln (2012) | United States | Biography, Drama, History, War | Rated PG-13 for an intense scene of war violence, some images of carnage and brief strong language | Cast: Daniel Day-Lewis, Sally Field, David Strathairn, Tommy Lee Jones, Hal Holbrook, Joseph Gordon-Levitt as Robert, James Spader, John Hawkes, Jackie Earle Haley, Lee Pace | Screenplay by: Tony Kusher | Directed by: Steven Spielberg

No comments:

Post a Comment