Saturday, April 27, 2013

Review: Iron Man 3 (2013)

Plot: Amerika dikejutkan dengan beberapa interupsi dalam televisi mereka yang menampilkan seorang teroris bernama Mandarin yang tengah menyebar teror di berbagai penjuru dunia. Tahu bahwa orang-orang terdekatnya terancam, Tony Stark, yang juga dilanda kecemasan setelah insiden yang hampir merenggut nyawanya, pun menyadari bahwa it's Iron Man to the rescue.

Review: Sukses besar dengan bagian pertama film-film superhero yang tergabung dalam Avengers, Marvel pun sudah siap menggebrak dunia dengan fase kedua dalam cinematic universe-nya. Sama seperti fase satu, seri film grup Avengers ini dibuka oleh everyone's favorite hero dalam entry yang ketiga, Iron Man 3. Kali ini petualangan manusia besi milyuner ini agak sedikit lebih personal. Diceritakan beberapa saat setelah kejadian Battle of Manhattan pada film The Avengers (2012), Tony Stark (Robert Downey, Jr) menderita gangguan anxiety. Stark kehilangan waktu tidurnya dan sering mengalami panic attack. Ia menghabiskan waktunya dengan menyibukkan diri membangun beberapa suit untuk kostumnya sebagai Iron Man. Suatu hari, seorang scientist dari perusahan Advanced Idea Mechanics yang bernama Aldrich Killian (Guy Pearce) menemui Pepper Potts (Gwyneth Paltrow) yang kini menjabat sebagai pimpinan Stark Industries, menawarkan diri untuk bekerja sama. Killian tengah mengembangkan temuannya yang ia sebut sebagai Extremis, yang dapat digunakan sebagai sebuah 'obat' untuk orang-orang yang memiliki physical disability. Di saat yang bersamaan, seorang teroris yang menyebut dirinya The Mandarin (Ben Kingsley) membuat teror dengan membajak televisi serta meledakkan bom di berbagai tempat.

Beberapa menit awal, film ini berusaha untuk membangun atmosfir yang sepertinya ingin lebih gelap. Memang penyampaiannya agak sedikit draggy di beberapa bagian, tetapi saya rasa film ini sangat straight to the point. Ceritanya memiliki sedikit depth di dalamnya, tetapi tidak jatuh terlalu kompleks.  And I really like how the story went down, sedikit menyinggung bagaimana peran media yang mampu mengalihkan the big picture of terror. Salah satu alasan mengapa seri film Iron Man menjadi begitu populer di kalangan publik adalah karena betapa kasual-nya sang superhero tersebut. His identity is not a secret (well yes at first), his nonchalant attire is charming for some, plus he is just plain hilarious. Semua hal tersebut memang andil besar dari Robert Downey, Jr. Tak bisa dipungkiri bahwa ia memang terlahir untuk menjadi karakter ini. Saya merasa setelah 2 film (+Avengers) menonton tingkah lakunya, saya akan bosan dengan Stark. Nyatanya saya lebih suka ia disini. Arogansi dan asshole factor-nya agak sedikit turun volumenya, tanpa harus menghilangkan quick and witty jokes yang menjadi ciri khasnya. Saya juga suka dengan beberapa jokes yang mengacu pada pop culture, macam Dumm-E atau hobi Happy (Jon Favreau) menonton Downton Abbey. Munculnya karakter anak kecil yang seakan menjadi 'sidekick' untuk Stark, Harley (Ty Simpkins), adalah salah satu kekuatan cerita film ini. Memberikan suatu aura 'kebapakan' untuk Stark (if that even possible), yang untungnya tidak membuatnya menjadi over dramatic

John Favreau yang menjadi sutradara 2 film sebelumnya, kali ini sepertinya lebih ingin duduk manis sebagai executive producer sekaligus melanjutkan perannya sebagai bodyguard Stark, Happy Hogan. Tugasnya diganti oleh Shane Black. Sebelumnya ia dikenal sebagai penulis dua film buddy cop, Lethal Weapon serta sutradara film black comedy detective, Kiss Kiss Bang Bang (2005) yang juga dibintangi oleh Downey, Jr. Black ternyata membawa pula formula nya ke dalam film ini. Disini sepertinya fokus cerita lebih personal, dimana dalam film ini, sepertinya frekuensi Tony Stark memakai baju perangnya malah lebih sedikit dibandingkan ketika ia tampil di The Avengers tahun lalu. Black dan rekan scriptwriter, Drew Pearce, membuat Tony Stark menanggalkan kostumnya di tengah film dan membuatnya melakukan investigasi sendiri atas pemboman misterius yang diyakini dilakukan oleh Mandarin dan kroni-kroninya. Hal ini membuat Iron Man 3 terasa seperti sebuah film detektif, and I like that. Film ini seakan ingin menggarisbawahi bahwa dengan atau tanpa kostumnya, Stark is Iron Man. Stark juga rasanya mengalami perkembangan karakter yang mengubahnya menjadi sedikit lebih dewasa (and realizing that telling your address on national television is a big no-no). Tak hanya itu, chemistry antara Stark dan Colonel James Rhodes (Don Cheadle) sangat terasa natural disini, peningkatan dari dua film sebelumnya, IMO. Again, hal tersebut mengingatkan kita dengan another Black's MO, 'buddy film', yang muncul dalam Lethal Weapon. Black dan Pearce juga bagi saya berhasil memberikan porsi yang pas bagi karakter-karakter secondary seperti Ellen Brandt (Stephanie Szostak)  dan Eric Savin (James Badge Dale), dua orang bawahan Killian dan Mandarin to have their moments.

Satu contoh dari beberapa pitfalls yang selalu muncul dalam film-film sekuel (terutama untuk film-film superhero) adalah susahnya memberikan hal yang baru dan fresh di setiap entry, outside of the villain and/or the story. Kadang yang terjadi adalah same old tricks with different packaging. Untungnya, Black memberikan satu-dua stunts yang cukup menyegarkan. Ada penyelamatan penumpang Air Force One yang dibajak a la barrel monkeys atau serbuan dari sejumlah iron men, to name a few. Beberapa adegan aksi-aksi penuh ledakan lain juga bagi saya cukup menghibur. Yang menjadi perbincangan hangat belakangan ini adalah bagaimana penggambaran karakter Mandarin dalam film ini telah merusak image tokoh archenemy sang manusia besi tersebut. Saya bukan pembaca komiknya, walaupun saya tau The Mandarin adalah musuh besar Iron Man. Penikmat komiknya (atau yang familiar dengan Mandarin) mungkin akan sangat keberatan dengan cara Black & Pearce 'menipu' kita dengan karakterisasi Mandarin yang misleading. Tetapi untungnya saya tidak memiliki masalah dengan hal tersebut. Saya sendiri merasa twist tersebut menjadi sebuah kejutan manis dan sangat berani untuk film ini. That being said, Ben Kingsley walaupun berakting sangat baik, rasanya agak sedikit wasted. Begitu pula dengan hadirnya Rebecca Hall yang kurang jelas maksud karakternya, entah untuk menjadi semacam bombshell macam Johansson pada film sebelumnya atau pemanis saja. Untungnya masih ada Gwyneth Paltrow yang benar-benar pas memerankan Stark's other half. Great and kickass couple.

Overview: I was one of the people who think the first film was good but a bit overrated and the second one was a disappointment. Jadi setelah menurunkan ekspektasi, betapa terkejutnya saya bahwa Iron Man 3 telah memberikan sebuah hiburan yang seru dan lebih dari apa yang saya inginkan. It was fun, it was hilarious, it got great story and great chemistry between characters. Memang bukan film yang benar-benar sempurna, ada subplot yang sepertinya kurang di-eksplor lebih jauh, but what do you expect anyway? Mengingat pula bagaimana reaksi fanboy yang merasa film ini melecehkan karakter villain yang ikonik. It's a bold decision but I respect that. Film ini memiliki cerita yang lumayan kuat tetapi tidak melupakan unsur fun sebuah film summer blockbuster. Dan itulah hasil film ini; good ol' badass and fun summer blast! 

Iron Man 3 (2013) | United States | 130 minutes | Action, Sci-Fi, Thriller | Rated PG-13 for sequences of intense sci-fi action and violence throughout, and brief suggestive content | Cast: Robert Downey, Jr., Gwyneth Paltrow, Don Cheadle, Guy Pearce as Aldrich Killian, Rebecca Hall, Stephanie Szostak, Ben Kingsley, Ty Simpkins | Written by: Drew Pearce, Shane Black | Directed by: Shane Black

PS: Don't bother waiting for the post-credit scene. It sucks. And people will upload it to the web anyway.

3 comments:

  1. Umm, tapi riz menurut gue sayang aja di akhir trilogy storyline-nya selemah ini.
    Dan Mandarin?! Really?! Gak banget sumpah, padahal kalau dia dibuat sesuai aslinya, pasti bakalan ngedukung cerita.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Menurut saya malah ini cerita yang paling bagus diantara tiga film Iron Man. Mungkin karena saya suka dgn style Shane Black ya, yg lebih ke mystery dan detektif :) Kalo Mandarin sih saya gak begitu masalah, emang gak kenal, bahkan saya suka twist nya hehe :p tapi ngerti perasaan dan reaksi orang2 yg familiar sama karakter itu

      Delete
  2. Heya i'm for the primary time here. I found this
    board and I to find It really helpful & it helped me
    out a lot. I am hoping to provide something back and help others such as you aided me.


    Here is my web blog ... seo website

    ReplyDelete