Plot: Neil dan Marina adalah adalah pasangan yang bertemu dan menjalin kasih di Paris. Setelah Neil mengajak Marina dan anaknya, Tatiana, untuk tinggal bersamanya di Texas, ternyata impian untuk hidup harmonis yang mereka bayangkan tidak terlaksana. Mariana pun pulang setelah visanya berakhir, dan Neil bertemu lagi dengan cinta lamanya, Jane.
Review: Sama seperti kasus Stoker kemarin, To The Wonder (dulu masih disebut 'Untitled Terrence Malick Project' atau The Burial) adalah satu dari film yang saya tunggu-tunggu di tahun 2012. Film teranyar auteur Terrence Malick ini akhirnya dirilis secara terbatas di US, bulan April ini, setelah mendapat premier lewat Venice Film Festival tahun lalu. Bagi yang kenal dengan Malick, mungkin hadirnya Wonder akan terasa aneh, mengingat Malick sepertinya sangat jarang menelurkan film. Dan kini ia kembali hadir hanya berselang setahun dari rilisnya The Tree of Life (one of my favorite films of 2011). Berbeda dengan beberapa film-film sebelumnya, tidak ada setting yang 'besar' dalam Wonder. Tidak berlatarbelakang Perang Dunia seperti dalam The Thin Red Line (1999), penemuan benua Amerika pada The New World (2005) hingga penciptaan alam semesta serta arti kehidupan itu sendiri dalam The Tree of Life. Hal ini membuat Wonder jadi lebih sederhana dan personal. Mengapa personal? Cerita film ini bisa dibilang seperti semacam autobiography dari Malik sendiri. Ia pernah bertemu dan menikah dengan seorang wanita asal Eropa, dan setelah hubungan mereka berakhir, Malick pun 'rujuk' dengan cinta lamanya semasa SMA. Dalam film ini, Ben Affleck berperan sebagai Neil serta Olga Kurylenko sebagai Marina, sepasang kekasih yang kandas cintanya setelah pulang dari Paris ke kampung halaman Neil di Texas. Setelah Marina pulang, Neil bertemu kembali dengan Jane (Rachel McAdams). Dari sinopsisnya pula bisa dilihat bahwa the core theme dari film ini adalah cinta.
But there are so many ways to interpret Malick's films. Tergantung dari siapa yang menonton dan apa yang ia rasakan saat menonton. In the case of Tree of Life, saya bisa melihat Malick sukses merangkum kehidupan dan evolusi dari tema yang universal hingga personal. But I can't say the same with To The Wonder. Bagi saya sendiri, Wonder (di paruh awal, at least) ingin berbicara tentang perubahan dan keinginan. Kita melihat Marina dan anaknya Tatiana, tidak begitu dapat beradaptasi dengan kehidupan di Texas. Neil sendiri pun menjadi karakter yang berbeda disana, yang mungkin juga dipengaruhi oleh stress pekerjaan. Tak heran bahwa mereka harus berpisah di tengah jalan. Hubungan antara Marina dan Neil juga cukup kompleks karena Marina yang sebenarnya ingin menikah dengan Neil merasa di mata agama ia masih belum berpisah dengan suaminya dulu yang meninggalkannya. Tema spiritualitas itu yang juga membawa kita pada karakter Father Quintana (Javier Bardem), seorang pastur yang sepertinya merasa kehidupannya terlalu monoton. Ia terlihat berusaha untuk mendekatkan dirinya dengan orang-orang yang ia rasa butuh bantuan spiritual, tetapi ia sendiri seakan mempertanyakan kepercayaannya juga. Walaupun memiliki sedikit benang merah, tetapi entah mengapa saya rasa karakter Quintana tidak begitu nyambung dengan kisah cinta segitiga Neil, Mariana dan Jane tadi. Sedangkan karakter Jane yang diperankan McAdams ternyata memiliki porsi penampilan yang lebih sedikit dari apa yang saya kira. Kisah Neil-Jane tak lebih seperti hanya sekedar rebound semata. Mungkin juga ingin memperkuat pribadi karakter Neil yang dalam film ini terlihat plin plan dan bingung untuk memilih jalan hidupnya.
Malick tentunya tidak lupa meninggalkan beberapa fingerprints yang biasa ia pakai dalam film-filmnya. Ia senang bermain-main dengan visual alam untuk menceritakan naratif filmnya. Lihat bagaimana Emmanuel Lubezki 'berdansa' dengan kamera untuk mengambil gambar-gambar dalam film ini. It's funny, karena karakter Mariana pun hobinya berdansa-dansi sepanjang film. Pengambilan gambar dengan angle-angle menarik dan dinamis tersebut mengingatkan saya dengan Tree of Life, bahkan beberapa gambar rasanya tampak serupa (Lubezki juga DOP untuk Tree of Life). Sama seperti film-film Malick, ia jarang menggunakan naratif yang jelas dan minim dialog. Karakter-karakter dalam film ini nyaris tidak diberikan line, kita hanya ditemani dengan score dari Hanan Townshend serta voice over karakter-karakter di dalamnya. Mungkin ini yang bisa membuat menonton film ini lebih frustrating daripada menonton Tree of Life. Bukan hal yang buruk, tapi entah mengapa dalam film ini sisi emosi yang ingin dicapai Malick tidak begitu tersalurkan dengan baik. Mungkin karena film ini tidak begitu 'grand' macam film-filmnya terdahulu. Belum lagi bahwa karakter-karakter ini tidak diberi fondasi karakter yang jelas, susah untuk penonton berkoneksi dengan kehidupan mereka. Belum lagi adegan yang sepertinya hanya berputar-putar disitu-situ saja, tidak terasa adanya perkembangan. All they do was just dancing and strolling around in the fields or on the streets. Affleck, Kurylenko dan McAdams menurut saya sendiri sudah berupaya dengan baik berakting bagus, sayangnya mereka tidak diberikan pendalaman karakter yang sama baiknya juga.
Overview: Film-film Terrence Malick mungkin bukan untuk semua orang, butuh kesabaran untuk menontonnya. Terkadang dibalik voice-over dan minimnya dialog, kita bisa menemukan keindahan visual serta moral theme yang disajikan secara syahdu dan puitis. Tapi rasanya hal-hal tersebut kurang saya dapatkan dalam To The Wonder. Memang masih ada gambar-gambar cantik, tetapi bagi saya ceritanya terasa kurang under developed dan tidak menawarkan perkembangan karakter yang mampu memberikan simpati. Paruh awal mungkin menjanjikan dan masih bisa saya nikmati, tetapi setelah itu sepertinya terasa tidak jelas arahnya. Mungkin memang menciptakan film bagus bagi Malick diperlukan waktu beberapa tahun ya.
To The Wonder (2012) | United States | 113 minutes | Drama, Romance | Rated R for some sexuality/nudity | Cast: Ben Affleck, Olga Kurylenko, Rachel McAdams, Javier Bardem, Charles Baker, Romina Mondello | Written and directed by: Terrence Malick
Aih, C+
ReplyDeleteHaven't seen it until now (but already downloaded it, LOL), tapi dari sekilas sih kayaknya gw akan lebih menikmati sinematografinya aja alih-alih ceritanya.
Sebenernya C+ itu masih agak terlalu generous :p tapi ngasih dibawah itu kok gak tega wkwkw soalnya premisnya masih bagus... the cinematography is gorgeous as always. Udah nntn Tree of Life? Mirip2 gitu sih, minus dinosaurus haha tapi ada bison ._.
DeleteHai Vampibots.
ReplyDeleteBoleh tukeran link gak? Saya juga suka mereview film. Link kamu sudah terpasang cakep di blog saya. :D
http://hawinwidyo.blogspot.com/
Halo juga! Link nya jg udah saya pasang ya, salam kenal :)
DeletePuitis, spiritual dan eksperimental selayaknya karya seorang Terrence Malick.
ReplyDeletenice review mas Vampibots skalian tuker link yah hehe.
Sip, terima kasih! Sudah saya link juga, salam kenal yaa :D
Delete