Tuesday, August 23, 2011

Review: Rashomon (1950)

Plot: Sebuah tragedi pemerkosaan atas seorang wanita dan terbunuhnya suaminya diceritakan kembali oleh sang wanita, sang pelaku, sang arwah suami melalui sebuah medium, hingga seorang saksi mata. Masing-masing dengan versi yang berbeda-beda.

Review: Nama Akira Kurosawa sepertinya tidak akan asing lagi bagi para penikmat film, khusunya film-film klasik. Kurosawa melahirkan beberapa film influental yang kualitasnya tidak perlu diragukan lagi. Misalnya saja Seven Samurai yang katanya memberikan impact yang cukup besar bagi perfilman Jepang, maupun dunia. Atau The Hidden Fortress yang alurnya dipakai oleh George Lucas menjadi dasar film legendaris Star Wars. Tidak sedikit sutradara-sutradara ternama Hollywood yang mengatakan bahwa Kurosawa adalah salah satu inspirasi terbesar mereka. Steven Spieblerg, Martin Scorsese, George Lucas hingga Robert Altman, to name a few. Rashomon sendiri, yang dirilis tahun 1950 disebut-sebut sebagai perkenalan dunia Barat dengan Kurosawa. Lewat film ini lah publik Hollywood dan Barat secara general mulai diperkenalkan oleh Kurosawa dan perfilman Jepang pada umumnya. Rashomon menjadi pemenang Golden Lion pada Venice Film Festival di tahun 1951 lalu akhirnya dirilis di bioskop-bioskop Amerika dan Eropa serta memberikan kesan yang cukup mendalam mengingat penceritaannya yang pada saat itu termasuk inovatif.

Jauh sebelum dirilisnya Vantage Point, film kartun Hoodwinked, atau tv series The Event, Rashomon telah mendahului mereka semua dengan sebuah teknik penceritaan yang khas. Rashomon terbagi menjadi dua bagian, karena memang terinsiprasi oleh dua cerita; 'Rashomon' dan 'In a Grove' karya Ryūnosuke Akutagawa. Dari short story 'Rashomon', Kurosawa hanya mengambil setting dan beberapa materi dan frame scene (info dari wiki), kalo dari 'In a Grove', Kurosawa mengambil basis tentang recollection dan persepsi itu sendiri. Dalam film ini, ada 2 main stories yang berjalan. Pertama adalah tentang berkumpulnya priest, woodcutter dan seorang civillian dalam sebuah 'rashomon' yang bisa diartikan juga dengan 'gate'. Lalu yang kedua adalah recollection masing-masing orang yang terlibat dalam suatu peristiwa tragis. Disinilah cerita jadi terbagi-bagi ke beberapa bagian, berdasarkan versi masing-masing saksi, korban maupun pelaku. Pertama adalah versi Tajomaro the bandit yang diperankan dengan sangat baik oleh Toshiro Mifune. Lalu oleh sang korban, Masako (Machito Kyo) dan suaminya, seorang samurai Takehiro (Masayuki Mori) serta seorang saksi mata tambahan, woodcutter (Takashi Shimura). Walaupun memiliki awal cerita yang sama, bagaimana Tajomaru menipu Takehiro dan mengikatnya lalu mulai menarget Masako, anehnya, mereka masing-masing memiliki versi cerita yang berbeda ketika dihadapkan dalam sebuah sidang.

Dari alur cerita yang inovatif tersebut, Rashomon memberikan beberapa pesan yang menurut gw sangat poignant. Yang pertama dan tentu saja yang paling jelas adalah mengenai persepsi seseorang. Sebuah tragedi, kejadian yang cukup besar hingga trauma, nyatanya bisa merubah persepsi seseorang. Perasaan yang dirasakan seseorang mampu mempengaruhi bagaimana ia melihat peristiwa lampau tersebut. Terbukti dengan berbedanya masing-masing cerita yang dilontarkan oleh masing-masing orang yang terlibat dalam kejadian dalam film ini. Sang pelaku, Tajomaro, mengakhiri ceritanya dengan campuran perasaan 'pride' pada dirinya yang melakukan perbuatan kriminal tersebut, berbanding lurus dengan pribadinya yang memang 'selengean'. Sang istri menceritakannya dengan nada malu dan terhina, sama seperti yang dirasakan oleh suaminya, sang samurai. Sang penebang kayu, atau seorang saksi mata, yang sebenarnya paling bias, tetapi tetap tidak bisa diketahui secara pasti kebenarannya. Hal ini lah yang kemudian disebut sebagai 'the Rashomon effect' yang popularitasnya udah terkenal dan sering menjadi inspirasi beberapa film dan episode dalam serial-serial TV. Kurosawa sendiri pernah ditanyakan manakah dari keempat cerita itu adalah cerita yang asli. Ia tidak mau menjawab, karena memang bukanlah itu maksud dari tujuan film Rashomon itu sendiri.

Ada beberapa hal yang sempat disinggung oleh film ini. Misalnya seperti bagaimana kedudukan seorang perempuan Jepang pada masa itu, mungkin untuk lebih spesifik, posisi sang korban perkosaan. Agak sedikit miris sebenarnya melihat ia merasa seperti 'terbuang' setelah dinodai. Apalagi menerima penolakan maaf dari sang suami / samurai. Pantas lah sebuah momen bursting out yang ia alami. Tetapi agak bingung juga mengapa diisela-sela penyerangan atas dirinya terasa 'menyerahkan dirinya' begitu saja. Mungkin terkekang juga oleh hidupnya selama ini? Selain itu, di penghujung film, ada pula beberapa dialog yang cukup ngena. salah satunya tentang 'maling teriak maling' atau hipocracy. Sebenernya ini yang paling menohok sih, tentang bagaimana kita sering banget nge-judge orang tanpa berkaca diri sendiri terlebih dahulu. Ini terjadi pada karakter saksi mata, sang woodcutter, tapi daripada spoiler, silahkan tonton sendiri. Untungnya di akhir kisah, karakter woodcutter itu diberikan sebuah redemption yang menjadi simbolisasi masih adanya humanity di dunia, diwakili juga dengan munculnya matahari di epilog setelah dari awal hujan turun terus menerus. Rashomon memiliki aktor-aktor yang sangat baik memerankan perannya. Ada beberapa scene memorable yang sangat mengesankan dalam film ini. Contohnya adalah penggunaan medium paranormal untuk menceritakan versi kisah sang samurai. Haunting, thrilling and heartbreaking at the same time. Lalu ada pula salah satu duel pedang terfavorit gw sepertinya, ketika sang banding dan samurai beradu yang dipadukan dengan sedikit komikal tetapi terasa tetap real dan believable.

Overview: Walaupun hanya segelintir film Kurosawa yang gw tonton (baca: bisa dihitung dengan jari), Rashomon sepertinya praktis menjadi salah satu favorit gw. Setelah sebelumnya kurang begitu terkesan dengan Seven Samurai, Rashomon ternyata memberikan pengalaman menonton yang sangat seru. Rashomon adalah sebuah film influental dengan alur cerita yang tidak membosankan dan sangat inovatif (pada jamannya). Oiya, walaupun temanya tentang perkosaan dan pembunuhan, visual content-nya sama sekali gak berbahaya kok. Diberkati oleh pemain-pemain yang memberikan performa akting yang menawan dan sinematografi yang apik serta pesan yang dalam, rasanya Rashomon memang benar-benar pantas kalo disejajarkan sebagai salah satu film terbaik yang pernah dibuat.

[A]
Rashomon (1950) | Crime, Drama, Mystery | Toshirô Mifune, Machiko Kyô, Masayuki Mori, Takashi Shimura, Minoru Chiaki, Kichijirô Ueda | Written by: Ryûnosuke Akutagawa, Akira Kurosawa, Shinobu Hashimoto | Directed by: Akira Kurosawa

4 comments:

  1. love this film.
    gw pernah baca versi literaturnya (prosa) yg in the groves yang memang nggak biasa penceritaannya, nah versi filmnya ini agak lebih menegaskan ide "perbedaan sudut pandang" dari prosanya itu dengan menampilkan tokoh si woodcutter itu yg cuma ada di filmnya. Keren yaw =)

    ReplyDelete
  2. wah mas udah baca prosanya segala.. memang keren mas filmnya :))

    ReplyDelete
  3. yoi ...film rashomon,..7 samurai..betul2 film paling yahud besutan akira kurosawa...pecinta film di bikin mlongo kalo liat film ini

    ReplyDelete
  4. Rashomon bagus deh... Saya ingin berbagi wawancara dengan Akira Kurosawa (imajiner) di http://stenote-berkata.blogspot.com/2018/04/wawancara-dengan-akira.html

    ReplyDelete