Plot: Seorang guru bernama Yuko Moriguchi (Takako Matsu) tiba-tiba mengumumkan pengunduran dirinya yang mendadak di di depan kelas dan murid-muridnya. Di saat itu juga ia menceritakan mengenai meninggalnya anak semata wayangnya yang baru berumur 4 tahun. Moriguchi mengatakan bahwa anaknya, Manami, bukan meninggal karena kecelakaan (tenggelam di kolam renang sekolah), tapi dibunuh. Keadaan semakin tegang ketika ia mengatakan bahwa pelakunya adalah 2 dari muridnya yang kini tengah duduk di kelas tersebut. Walaupun ia menutup identitas dan memberikan julukan 'Siswa A' dan 'Siswa B' pada mereka, murid-murid yang lain tetap bisa menebak dengan ciri dan sifat yang disinggung oleh Moriguchi. Dari situlah, dimulai suatu rencana balas dendam Moriguchi terhadap sang pelaku.
Review: Satu lagi karya yang out-of-the-world dari sineas Jepang. Sebenarnya sebelum nonton, gw gak menyangka film yang berjudul asli Kokuhaku ini adalah official submission Jepang untuk Academy Awards tahun ini. Gw kira yang dipilih tuh Outrage, filmnya Takeshi Kitano yang sempet jadi perbincangan di Cannes taun lalu juga. Kalo 2 tahun yang lalu, Jepang berhasil menyabet piala Oscar berkat filmnya yang heart-warming, Departures (Okuribito), tahun ini sayangnya Confessions harus menghentikan langkah tepat di January Shortlist (Top 9) dan gagal masuk ke final 5. Nevertheless, abis nonton ternyata gw tahu mengapa Confessions lah yang terpilih, it was because it's a stand-out motion picture.
Bisa dibilang ide ceritanya memang sedikit nyeleneh. Walau tidak weird-weird amat, Confessions tetaplah memiliki tema cerita yang sedikit disturbing. Ketika mas Yusahrizal merekomendasikan film ini, ia bilang kalo film ini juga sama-sama menyesakkannya sama film I Saw The Devil dari Korea yang beberapa waktu lalu sempat gw review. Inti ceritanya pun juga sama: balas dendam. Seperti kata-kata 'revenge is a dish best served cold', 2 film ini benar-benar mengeksplor 'pepatah' tersebut. Kalo I Saw The Devil cenderung ke physical revenge penuh dengan gore dan baku hantam, Confessions menitikberatkan rencana balas dendam sang tokoh utama pada sisi emosional. Bagaimana membuat sang pelaku merasakan penderitaan secara emosional, bukan fisik. Bagaimana para pelakunya merasakan rasanya sakit hati, sama seperti Moriguchi yang kehilangan anaknya.
Menonton Confessions juga sepertinya harus siap-siap kaget dengan adanya lumayan banyak twist sepanjang film. Namanya juga 'pengakuan' ya.. Selain pengakuan sang guru dengan rencana besarnya membalas dendam dengan cara yang juga luar biasa gila, juga ada penuturan kisah dari para pelaku. Seperti ternyata sang siswa A yang brillian dalam pelajaran memiliki masalah abandonment dan menginginkan pengakuan dari ibunya yang meninggalkannya, atau rahasia besar dibalik seorang siswi yang nampak sebagai cewek baik-baik dan masih banyak lagi. Film ini juga menyinggung masalah-masalah di sekolah, contoh-contoh perbuatan yang umum dilakukan para siswa; bermain hp di kelas, don't give a shit to what the teacher's saying sampai bullying. Di beberapa bagian mengingatkan gw dengan film Battle Royale.
Apa yang membuat Confessions sangat sangat unik adalah eksekusinya. Menonton film ini seakan-akan bukan kayak nonton film biasa. Film yang berjalan dengan (sebagian besar) narasi pengakuan dari para tokoh-tokohnya diiringi dengan gambar-gambar yang lebih mirip video klip ataupun a very long commercial ads, but in a good way. Editing yang loncat-loncat antara satu shot ke shot yang lain terasa sangat dinamis. Sutradara Nakashima sering menggunakan slow-motion yang juga ikut menambahkan unsur dan ritme yang dramatis, musik yang di beberapa tempat ironisnya sangat kontras dengan atmosfir film yang gelap. Ada yang juga sempat gw perhatikan dari film ini, banyaknya penggunaan shot yang diambil dari cermin. Apakah ini memang menyimbolkan bahwa sebagian besar karakter memang melakukan hal yang di luar kepala dengan alasan ingin diperhatikan? Hmm ataupun malah ingin menggambarkan betapa egoisnya mereka? Hahaha mulai ngasal.
Confessions adalah sebuah film yang dibuat dengan cara yang ajaib. Seakan sisi teknisnya tidak mau kalah pamor dengan ceritanya. Gambar-gambar yang diambil sangat artistik, diambil dari angle dan cara yang bagus, jadi hats-off untuk cinematography dan editingnya yang ciamik. Iringan musiknya juga ikut memeriahkan suasana. Ceritanya, seperti yang telah gw singgung diatas, sangat thought-provoking. Kejutan demi kejutan seakan terus-terusnya berdatangan seiring pengakuan para karakter. Menyesakkan? Tentu saja. Emotionally disgusted? Ya. Herannya, gw bingung apakah harus simpati atau enggak karena pelaku dan korban ujung-ujungnya juga salah kan? Walaupun begitu, Confessions menjadi salah satu pengalaman menonton yang sangat seru. Sangat recommended!
DesperaDo, Hakuhodo DY Media Partners, Licri See
Cast: Takako Matsu , Masaki Okada, Yoshino Kimura, Yukito Nishii, Kaoru Fujiwara
Script by: Kanae Minato (novel), Tetsuya Nakashima (screenplay)
Directed by: Tetsuya Nakashima
Review: Satu lagi karya yang out-of-the-world dari sineas Jepang. Sebenarnya sebelum nonton, gw gak menyangka film yang berjudul asli Kokuhaku ini adalah official submission Jepang untuk Academy Awards tahun ini. Gw kira yang dipilih tuh Outrage, filmnya Takeshi Kitano yang sempet jadi perbincangan di Cannes taun lalu juga. Kalo 2 tahun yang lalu, Jepang berhasil menyabet piala Oscar berkat filmnya yang heart-warming, Departures (Okuribito), tahun ini sayangnya Confessions harus menghentikan langkah tepat di January Shortlist (Top 9) dan gagal masuk ke final 5. Nevertheless, abis nonton ternyata gw tahu mengapa Confessions lah yang terpilih, it was because it's a stand-out motion picture.
Bisa dibilang ide ceritanya memang sedikit nyeleneh. Walau tidak weird-weird amat, Confessions tetaplah memiliki tema cerita yang sedikit disturbing. Ketika mas Yusahrizal merekomendasikan film ini, ia bilang kalo film ini juga sama-sama menyesakkannya sama film I Saw The Devil dari Korea yang beberapa waktu lalu sempat gw review. Inti ceritanya pun juga sama: balas dendam. Seperti kata-kata 'revenge is a dish best served cold', 2 film ini benar-benar mengeksplor 'pepatah' tersebut. Kalo I Saw The Devil cenderung ke physical revenge penuh dengan gore dan baku hantam, Confessions menitikberatkan rencana balas dendam sang tokoh utama pada sisi emosional. Bagaimana membuat sang pelaku merasakan penderitaan secara emosional, bukan fisik. Bagaimana para pelakunya merasakan rasanya sakit hati, sama seperti Moriguchi yang kehilangan anaknya.
Menonton Confessions juga sepertinya harus siap-siap kaget dengan adanya lumayan banyak twist sepanjang film. Namanya juga 'pengakuan' ya.. Selain pengakuan sang guru dengan rencana besarnya membalas dendam dengan cara yang juga luar biasa gila, juga ada penuturan kisah dari para pelaku. Seperti ternyata sang siswa A yang brillian dalam pelajaran memiliki masalah abandonment dan menginginkan pengakuan dari ibunya yang meninggalkannya, atau rahasia besar dibalik seorang siswi yang nampak sebagai cewek baik-baik dan masih banyak lagi. Film ini juga menyinggung masalah-masalah di sekolah, contoh-contoh perbuatan yang umum dilakukan para siswa; bermain hp di kelas, don't give a shit to what the teacher's saying sampai bullying. Di beberapa bagian mengingatkan gw dengan film Battle Royale.
Apa yang membuat Confessions sangat sangat unik adalah eksekusinya. Menonton film ini seakan-akan bukan kayak nonton film biasa. Film yang berjalan dengan (sebagian besar) narasi pengakuan dari para tokoh-tokohnya diiringi dengan gambar-gambar yang lebih mirip video klip ataupun a very long commercial ads, but in a good way. Editing yang loncat-loncat antara satu shot ke shot yang lain terasa sangat dinamis. Sutradara Nakashima sering menggunakan slow-motion yang juga ikut menambahkan unsur dan ritme yang dramatis, musik yang di beberapa tempat ironisnya sangat kontras dengan atmosfir film yang gelap. Ada yang juga sempat gw perhatikan dari film ini, banyaknya penggunaan shot yang diambil dari cermin. Apakah ini memang menyimbolkan bahwa sebagian besar karakter memang melakukan hal yang di luar kepala dengan alasan ingin diperhatikan? Hmm ataupun malah ingin menggambarkan betapa egoisnya mereka? Hahaha mulai ngasal.
Confessions adalah sebuah film yang dibuat dengan cara yang ajaib. Seakan sisi teknisnya tidak mau kalah pamor dengan ceritanya. Gambar-gambar yang diambil sangat artistik, diambil dari angle dan cara yang bagus, jadi hats-off untuk cinematography dan editingnya yang ciamik. Iringan musiknya juga ikut memeriahkan suasana. Ceritanya, seperti yang telah gw singgung diatas, sangat thought-provoking. Kejutan demi kejutan seakan terus-terusnya berdatangan seiring pengakuan para karakter. Menyesakkan? Tentu saja. Emotionally disgusted? Ya. Herannya, gw bingung apakah harus simpati atau enggak karena pelaku dan korban ujung-ujungnya juga salah kan? Walaupun begitu, Confessions menjadi salah satu pengalaman menonton yang sangat seru. Sangat recommended!
DesperaDo, Hakuhodo DY Media Partners, Licri See
Cast: Takako Matsu , Masaki Okada, Yoshino Kimura, Yukito Nishii, Kaoru Fujiwara
Script by: Kanae Minato (novel), Tetsuya Nakashima (screenplay)
Directed by: Tetsuya Nakashima
I loveeee this movie. Film ini bener2 keren menurut saya. pembalasan dendam yg dilakukan Moriguchi bener2 cerdas. Dan nonton film ini bikin saya bersyukur karena masa smp saya tergolong normal. anak-anak smp di film ini bener-bener...horror. kelas mereka menurut saya cocok banget buat diikutin dalam program Battle Royale, hehe.
ReplyDeleteoh iya, udah nonton Memories of Matsuko? Film Tetsuya Nakashima juga, dan menurut saya masterpiece dari sutradara satu ini. style-nya yang unik jg bisa ditemuin di film ini, film yang bener2 depressing tapi disajikan dengan penuh warna warni meriah.
banget, saya setuju kalo kelas itu harus masuk Battle Royale hahaha hmm untuk Memories of Matsuko belom pernah nonton (denger aja baru sekali ini hehe) mungkin kalo ada kesempatan, nanti dicari, terima kasih sudah direkomendasikan dan di comment :)
ReplyDeletemantap banget nih :D
ReplyDeleteMantap kali
DeleteSaya sangat suka apapun tentang jepang bahkan terobsesi (tetapi bukan wibu) yang saya sesalkan kenapa baru tau ada film jepang sebagus ini awalnya gara-gara mulai suka dengan genre revenged. Hehehe..
ReplyDeleteYang saya ingat dari semua scene saat dia seolah-olah berada di universitas saat ledakan terhadap ibunya dengan slowmotion dan flashback itu teringat dengan video klip L'arc~en~ciel (Laruku) - Hitomi no Juunin.
Pas sekali..
saya sangat suka balas dendam... film ini sangat cocok untuk ditonton anak2 nakal di sekolah. Biar mereka tau guru juga bisa memberikan hal menyakitkan yang akan abadi di memori mereka hingga ke akhirat sana... sangat akan WOW jika terjadi di kehidupan nyata... worth it, kan? ahaha... (Saya jijik melihat anak smp sma nakal yang tololnya kebangetan udah gitu gak ada faedahnya mereka hidup)
ReplyDeleteLuka.. tapi tak berdarah🥺
ReplyDeleteGood luck👍