Plot: John McClane (Bruce Willis) kini berangkat menuju Russia demi menyelamatkan anak laki-lakinya Jack (Jai Courtney) yang ditemukan sedang menunggu persidangan setelah melakukan tindak kriminal disana. Tak disangka ternyata Jack memiliki agenda tersendiri, termasuk melindungi seorang tahanan yang diyakini memiliki peran penting dalam pencegahan perang nuklir yang mungkin terjadi.
Review: Yippee-ki-yay, motherf**ker! Masih ingat dengan sumpah serapah yang kerap dilontarkan oleh detektif polisi, John McClane, dalam film seri Die Hard tersebut kaan? Berselang 6 tahun dari film terakhirnya, Live free of Die Hard (2007), kini sang polisi susah mati ini kembali lagi (with another lame-phrase title) lewat A Good Day to Die Hard. Kali ini seri Die Hard di-helm-i oleh John Moore, yang sebelumnya membuat Max Payne (2008), remake The Omen (2006), Flight of the Phoenix (2004) hingga Behind Enemy Lines (2001). Not really a great resume if you ask me. Setelah sering mengguncang Amerika di malam natal hingga hari kemerdekaannya, kini McClane (Bruce Willis) akan berkelana ke ranah Eropa. McClane hendak mencari keberadaan anak laki-lakinya, Jack McClane (Jai Courtney) yang setelah beberapa tahun telah hilang kontak denganya. Ternyata Jack sedang berada di Russia. What's worse was, ia tengah menunggu hukuman setelah ditemukan membunuh anak buah dari salah satu official gubernur, Chagarin (Sergei Kolesnikov). Setelah sesampainya disana, ternyata McClane senior mengetahui bahwa sang anak adalah mata-mata yang hendak menyelamatkan Yuri Komarov (Sebastian Koch), yang diyakini memiliki sebuah informasi penting yang dapat mengekspos kekorupan Chagarin. Hubungan antara Komarov dan Chagarin ternyata sudah terjalin lama, and it's going waay back to the nuclear disaster in Chernobyl, Ukraine.
I was to lazy to check, tapi sepertinya Die Hard 5 ini adalah seri yang paling minim durasinya. Hanya 97 menit saja, seperti film-film kartun pada umumnya. Memang terasa singkat sih. Skip Woods membuat naskah yang memang to the point dan tidak ada basa-basi, dari prolognya saya sebenarnya sudah bisa ditebak film ini akan mengarah kemana. Die Hard sendiri memang dikenal sebagai film action yang settingnya rata-rata hanya satu hari saja. Sayangnya, cerita yang dirangkai oleh Woods tidak begitu memberikan kesan mendalam, membuatnya menjadi kurang menarik. Woods mungkin ingin berusaha menebusnya dengan memberikan beberapa twists and turns sepanjang film ini bergulir. Kita sudah yakin akan peran antagonisnya, eh ternyata berubah lagi, eh ternyata dia yang jahat bla bla bla. Tetapi sayangnya, karena kurang memberikan pendalaman cerita dan karakter yang baik, saya pun tidak peduli dengan karakter-karakter disini. Jauh berbeda dengan installment sebelumnya yang memiliki cerita tentang perang teknologi yang poignant. Disini, perang nuklir hanya dijadikan alasan untuk bertarung saja. Begitu pula dengan karakter John McClane yang sepertinya tampil sangat membosankan dan menunjukkan dirinya memang sudah berumur, kecuali memang pada adegan-adegan aksinya. Sedangkan sang anak, Jack, sepertinya hanya dipakai sebagai rekan kelahi saja. Sama halnya dengan karakter Irina (Yuliya Snigir), anak perempuan Komarov, yang sepertinya tampil hanya menjadi pemanis saja, padahal memiliki peran yang krusial di akhir film (dan fotonya membuka baju di trailer adalah gambar yang sering saya temui saat mencari still film ini, but I didn't remember it was in the film, wondery why?).
Walaupun hampir tertidur di beberapa adegan, saya mengakui bahwa saya lumayan enjoy menyaksikan beberapa adegan aksinya. Tidak bertele-tele, straight to the point dan, well... a bit fun. Memang tidak bisa dibilang groundbreaking, tetapi lumayan lah untuk sebuah hiburan. Tapi untuk ukuran Die Hard saya rasa masih kurang epic sih. Dan melihat tren film-film action belakangan, Die Hard 5 ini terasa begitu lembek dan kurang berdarah-darah (emangnya film gore? but you know what I mean right?). Jadwal rilisnya pada low season seperti ini sepertinya memang sudah memberikan hint bagaimana film ini akan bergulir. For what it's worth, action sequence yang melibatkan helikopter besar di penghujung ending menurut saya cukup seru. Moore sepertinya hanya mengandalkan aksi saja untuk menutupi kekurangan ceritanya, dan mungkin itu pula yang membuat durasi film ini menjadi semakin terasa singkat. Dalam hal itu Moore tidak bisa dibilang gagal, walaupun tidak bisa dikatakan berhasil juga. Setidaknya dengan film yang di-setting di Chernobyl, film ini jelas lebih menghibur dibandingkan film found footage yang kemarin rilis itu. Serta untungnya hadirnya kembali Mary Elizabeth-Winstead yang berperan sebagai anak perempuan McClane, Lucy, menjadi penyegar walaupun kehadirannya hanya sekilas.
Overview: A Good Day to Die Hard bagi saya menjadi sebuah film yang asal lewat. Memang menawarkan beberapa adegan aksi non-stop yang menghibur tanpa basa-basi, tetapi tidak disertai dengan pendalaman cerita yang engaging. But it's as expected anyway. Lagipula memang film action kebanyakan tidak begitu mengedepankan cerita sih. Banyak one-line jokes yang delivery nya flat, dan momen yang meh. Ceritanya tak digali lebih dalam, twist yang tidak mengagetkan, adegan aksi yang PG-13 at best serta durasinya terlalu singkat. Tetapi, walaupun memang forgettable (saya sendiri sudah lupa), A Good Day to Die Hard setidaknya masih memiliki pop corn value yang bisa dinikmati sebagai hiburan asal lalu saja. My advice; watch it on weekdays, you won't waste that much money.
reviewnya bagus, jadi pengen nonton filmnya :3
ReplyDeleteyang mau review film terbaru bisa langsung ke http://gostrim.com/ selamat membaca :)