Sunday, January 13, 2013

Review: Les Misérables (2012)

Plot: Sebuah drama musikal epik yang menceritakan tentang seorang ex-convict, Jean Valjean (Hugh Jackman) dan usahanya mencoba untuk menebus masa lalunya yang kelam. Usahanya mempertemukannya dengan Fantine (Anne Hathaway) seorang pekerja dan anaknya Cossete (Isabelle Allen/ Amanda Seyfried) dan Valjean juga harus menghindar dari Javert (Russel Crowe), seorang polisi yang mengejar-ngejarnya, di ambang revolusi Perancis saat itu.

Review: Bagi penikmat literatur klasik barat atau theater enthusiast sepertinya tidak asing lagi dengan Les Misérables. Bagi masyarakat awam (well, sebagian) juga mungkin, at least, mengenal satu-dua lagu dari pertunjukan teater yang sudah tersohor itu (walaupun terkadang anda tidak tahu kalau lagu tersebut datang dari Les Misérables). Mengadaptasi Les Misérables ke dalam layar lebar sebenarnya bukan barang baru. Sebelumnya di tahun 1998, Bille August juga sudah melakukannya dengan bintang Liam Neeson dan Uma Thurman. Kini giliran Tom Hooper, sutradara peraih Oscar lewat The King's Speech, yang akan mencoba untuk men-tackle versi adaptasinya. Les Misérables bercerita tentang Jean Valjean (Hugh Jackman), seorang mantan narapidana yang dihukum selama 19 tahun akibat mencuri sepotong roti. Di Indonesia aja korupsi cuman 4,5 tahun kok hukumannya. Long story short, ia diberi shelter oleh seorang bishop. Terharu dengan belas kasihan sang bishop, Jean bersumpah untuk membalasnya dengan melakukan hal-hal noble pada orang-orang di sekitarnya. Lika-liku kehidupan dengan berbagai identitas membawanya kepada Fantine (Anne Hathaway), seorang pekerja yang terpaksa menjadi prostitute untuk menghidupi anaknya yang terlantar, Cossete (Isabelle Allen); kucing-kucingan dengan polisi bernama Javert (Russel Crowe) yang mengejarnya bertahun-tahun; hingga menyaksikan usaha rebellion Perancis yang digagaskan oleh sejumlah warga.

Hooper memilih cara yang tak biasa dalam membuat film ini; menggunakan full musical serta membuat para aktor dan aktrisnya menyanyikan lagu-lagu dan dialog mereka secara live ketika shooting. Sebuah cara yang bagi saya agak sedikit ambisius karena: 1) tidak semua orang suka dengan film musikal, let alone full musical; 2) serta kemampuan aktor dan aktris dalam bernyanyi yang memang perlu dipertanyakan. Kalau memang ingin membuat full musical, mengapa tidak meng-hire saja aktor-aktris Broadway? Kalau ingin menarik massa, mengapa harus full musical? Mungkin (usaha) kesetiaan Tom Hooper terhadap versi teaternya yang membuatnya ingin membawa musikal ini ke layar lebar. And yes he literally did it. Semua dialog, sekali lagi, semua dialog dinyanyikan oleh tiap karakter. Bagi saya Hooper terlalu ambisius dengan caranya 'mengadaptasi' Les Misérables ini. Dan menurut saya pula, versi 2012 ini bukanlah 'film adaptasi' karena apalah bedanya dengan versi teater, kecuali real set dan penampilan dari bintang-bintang kelas A. Film ini akan lebih baik bila Hooper mengubah beberapa lagu menjadi percakapan normal, dengan kata lain mengadaptasi dari media opera ke media film. Hooper juga memilih teknik close-up di kebanyakan adegan bernyanyi. Mungkin memang untuk memfokuskan kepada ekspresi karakter. Tapi dengan banyaknya close-up, tata costum dan setting jadi tidak begitu unjuk gigi. Belum lagi dengan pengambilan gambar yang komposisinya miring-miring dan fokus di kiri atau kanan. Hooper sudah memiliki kebiasaan ini dari The King's Speech kemarin. Well I personally think most of them were appalling, Mr. Hooper!

Kalau masalah cerita sih ya, produk aslinya memang sudah bagus. Les Misérables yang pertama kali ditulis oleh Victor Hugo di tahun 1832 dan diadaptasi menjadi musikal oleh Alain Boublil dan Claude-Michel Schönberg ini sebenarnya berinti kepada redemption seorang ex-convict yang merasa dirinya harus melakukan sebuah perbuatan baik agar ia dapat melupakan masa lalunya yang kelam. Dengan tema redemption, serta bumbu cinta, betrayal, moral, sekaligus rebellion dan revolution di dalamnya,  Les Misérables memang memiliki cerita yang sudah kuat. Belum lagi dengan lagu-lagu yang enak didengar. Tapi sayangnya cerita tersebut sepertinya memang di-set untuk pertunjukan panjang, karena rasanya penceritaan dalam film ini menjadi kurang solid. Cerita karakter Jean Valjean sebenarnya sudah dirangkai baik, begitu juga dengan Fantine yang memang miserable. Tetapi kisah cinta segitiga antara Cosette dewasa (Amanda Seyfried) dengan seorang laki-laki anggota rebellion Marius (Eddie Redmayne) yang juga ditaksir oleh warga kelas bawah Eponine (Samantha Barks) sayangnya tidak tergali sempurna, membuat saya tidak peduli dengan karakter-karakter tersebut. Untungnya masih bisa diselamatkan dengan permainan para aktor,  terutama Samantha Barks yang sudah fasih sepertinya dengan peran Eponine. Lalu karakter Javert yang juga sepertinya bisa dibuat lebih garang lagi. Begitu pula dengan students' rebellion yang kurang greget. Padahal ada Enjolras (Aaron Tveit) dan si cilik Gavroche (Daniel Huttlestone) yang mengesankan.

Untungnya ada beberapa bagian dari film ini yang mencegah saya memberikannya rating yang rendah. Pertama tentu saja akting para pemainnya. Pujian sudah sering datang kepada Anne Hathaway yang memang superb dalam perannya sebagai Fantine. Ketika ia menyanyikan I Dreamed a Dream dalam film ini, emosinya benar-benar terpancarkan dan menjadi gong untuk perannya ini. Tetapi kurangnya screentime sepertinya agak disayangkan. Bagi saya yang paling menonjol malah Hugh Jackman. Sebagai pemeran utama, ia memiliki kharisma serta performa akting (dan suara) yang bagus. Scene-scene ketika masa-masa rebellion, comedic highlight di motel milik Thenardier (Sacha Baron Cohen dan Helena Bonham Carter), lagu-lagu yang sudah tersohor hingga epilogue yang klimaks membuat saya juga berdecak kagum. Sejujurnya, saya tidak memiliki masalah dengan para aktor yang bernyanyi disini. Bahkan Russel Crowe, yang menuai cukup banyak kritikan. I'm fine with him singing, along with the rest of the cast. Saya suka ketika scene-scene lagu panjang, dan emosi mereka juga kelihatan. Tapi yaitu tadi, ketika beberapa dialog yang terlihat hanya seperti percakapan biasa tiba-tiba dihantarkan dengan berdendang, membuat saya yang tak biasa pun harus menahan tawa. Saya memang bukan penonton awam opera-opera seperti di Broadway dan sebagainya. Tapi bukannya saya benci musikal, saya menyukai banyak film musikal tuh. Makanya Les Misérables itu memang berbeda dengan film-film musikal yang sudah-sudah karena film ini full musical. Entah hal tersebut baik atau buruk. Sepertinya emamng tergantung selera.

Overview: Banyak yang berkata film ini termasuk kategori love it or hate it. Either you really love the film, or you simply hate it. Kalo saya sendiri sih memiliki rasa love/hate terhadap film ini. Ada beberapa hal yang saya suka; akting para pemeran serta lagu-lagunya yang enak didengar. Belum lagi dengan ceritanya yang dalam, tapi hal tersebut memang sudah dari sananya. Tapi di sisi lain Les Misérables terlalu ambisius dan setia terhadap versi opera, membuat semua dialog harus dinyanyikan. Saya beri applause dengan maksud Tom Hooper disini, yang juga meminta para aktor menyanyi live di set. Tetapi sayangnya hasilnya menjadi terlalu segmented dan yah bagi saya banyak adegan yang membosankan. Just cut the musical part here and there and leave it with the good ones, then this would a much better film.

Les Misérables (2012) | United Kingdom | Drama, Musical, Romance | Rated PG-13 for suggestive and sexual material, violence and thematic elements | Cast: Hugh Jackman, Russell Crowe, Anne Hathaway, Amanda Seyfried, Eddie Redmayne, Helena Bonham Carter, Sacha Baron Cohen, Samantha Barks | Screenplay by: William Nicholson, Alain Boublil, Claude-Michel Schönberg, Herbert Kretzmer | Directed by: Tom Hooper

No comments:

Post a Comment